Kamis, Desember 24, 2009

Individualisasi dalam Pemikiran Foucault


FOUCAULT adalah fenomena zaman. Kehidupan dan pemikirannya unik dan menarik dicermati tidak hanya dalam satu perspektif. Di samping multiperspektif, dengan membaca Foucault kita juga akan mendapatkan akar pemahaman yang cukup utuh mengenai problem-problem kemanusiaan dewasa ini. Ketekunannya meneliti arsip-arsip klasik mengenai kegilaan, seks, sado-masokisme dan penjara sekaligus keterlibatannya dalam kehidupan nyata para pelaku aktivitas tersebut melahirkan pemikiran besar tentang discourse, pengetahuan, kekuasaan, dan selanjutnya individualisasi yang belum dipikirkan orang sezaman

Minggu, Oktober 18, 2009

PARADIGMA PERILAKU SOSIAL

Teori Pertukaran Sosial dan Pilihan Rasional

“Do ut des”. Saya memberi supaya engkau memberi. Asumsi dasar teori pertukaran ini, menjelaskan hubungan sosial menurut costs and rewards. Pertimbangan untung dan rugi pada teori ini, boleh dianggap memotivasi dan memodifikasi tingkah laku manusia, dalam hubungan sosialnya.

Teori ini telah disinggung oleh beberapa ahli, antara lain:
1. Durkheim (1858-1917), dalam teorinya mengenai solidaritas organis, mengandung suatu proses pertukaran. Pertumbuhan dalam pembagian pekerjaan dan tingkat spesialisasi yang semakin tinggi, mengandung suatu peningkatan dalam besarnya suatu transaksi pertukaran yang terjadi dalam masyarakat. Perilaku kerjasama ini mengandung proses pertukaran.
2. George Simmel (1858-1918), pernah menyatakan bahwa motivasi yang mendorong seseorang berkontak dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan tertentu.

Perkembangan teori pertukaran dimulai dari akarnya, yakni behaviorisme dan

Senin, Oktober 05, 2009

Puisi Etnografi; Luka Sebuah Negeri (Muhammad Junus Melalatoa)


Bu Angku,
masihkah kau huni ebe-ae yang dulu?
masihkah kau urusi wamdabu,
amanat adat atas keperempuananmu,
untuk memenuhi kewajiban upacara,
atawa membayar mahar,
manakala suami kawin lagi,
masihkah?...

Itulah yang menyebabkanku luka,
mengiringi jabatan tanganku,
kala pamitan meninggalkan Kurulu,
meninggalkan mu yang melengos tersipu...

Belakangan,

Aku orang kaya yang tidak kaya.

Kata orang, aku manusia paling beruntung,
aku terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan,
tak pernah kekurangan,
malahan mungkin lebih...

Kakekku mantan penguasa di daerahku,
ayahku pimpinan perusahaan terkemuka,
keluargaku besar dan terpandang,
saking besarnya aku tidak mampu mengenali mereka satu per satu.

Semua orang iri kepadaku,
lebih-lebih teman bermain di sekolahku,
kadang aku dijahili oleh mereka,
mainanku habis dicuri dan dihancurkan,
setelah itu aku menangis sehabis-habisnya,
dan tak ada yang mau menolongku.

Aku hanya punya satu sahabat,
yang bernasib sama denganku,
keluarganya juga besar dan terpandang,
sehingga orang-orang pun sering menjahilinya,
hanya saat bersamanya aku bisa tenang.

Suatu hari nanti,
aku ingin punya teman yang banyak,
jika perlu, aku akan membeli mereka!
dan aku tak perlu merasa kesepian lagi,
untuk apa punya uang banyak tapi tak punya teman??

Dirumah,
aku hampir tidak pernah berkomunikasi dengan orang tuaku,
ayahku seharian sibuk bekerja, kadang lembur!
ibuku hanya mengurusi arisan dengan teman-temannya,
hanya sesekali dia mengajakku ke mall untuk menemaninya berbelanja,
jika stok "casing"nya sudah harus di up-date,
kadang aku bertanya, "benarkah dia ibuku??".

Aku sudah lupa bagaimana kebahagiaan itu,
seperti apa rupanya,
baikkah dia? atau kebahagiaan itu memang tak ada,
bisa saja hanya ada di film-film.

Mengapa orang lain iri terhadapku,
justru aku yang seharusnya iri pada mereka,
mereka terlahir normal, aku tidak,
mereka lebih kaya melebihi kekayaan keluarga kami.

Selasa, September 22, 2009

Menikmati surga...

Dipelataran surgawi aku termenung,
sejenak hanya untuk singgah.. tak lama...
menatap kegemerlapan ruang-ruang maharaja,
keanggunan lantai-lantai bertabur permata,
dari hiasan kemuliaan yang tersusun elok...

Luar biasa!!!
pandai betul pemilik tempat ini,
dekorasi yang menawan disetiap mata memandang,
tak ada seni arsitektur seperti ini diduniaku...

Aku ingin bergegas pulang dan bersiap-siap,
ingin pula ku membuatnya dirumahku,
semoga secepatnya kuselesaikan perjalananku,
menuju "surga-surga" lain yang akan kucicipi keindahannya...

Kamis, September 17, 2009

Antropologi dan Puisi

Membaca Kisah Sebuah Negeri

//Bu Angku, masihkah kau huni ebe-ae yang dulu/masihkah kau urusi wamdabu/amanat adat atas keperempuananmu/untuk memenuhi kewajiban upacara/atawa membayar mahar/manakala suami kawin lagi/masihkah?//Itulah yang menyebabkanku luka/mengiringi jabatan tanganku/kala pamitan meninggalkan Kurulu/meninggalkan mu yang melengos tersipu//Belakangan—di penghujung abad ini/lagi-lagi tersiar kabar kalian tertangkar musibah lapar/ya ampun, lapar!

Scavengers


Dikerutan lingkar wajahmu, telah terbiasa terkoyak dilema hari, disana masih ada tersisa sebongkah semangat membara, meski tak setiap waktu kau bakar, nyalanya tak pernah redup, tak pernah padam, seperti api dikuil-kuil zoroaster, sampai datang sang penyelamat kehidupan, bedanya, kau tak pernah menunggu seseorang untuk menyelamatkanmu...

Jika antropologi menjadi terlalu puitis

(dari diskusi Balai Sastra Kecapi, November 2008)

Membaca beberapa puisi Afrizal Malna yang ada di tangan saya, segeralah saya teringat akan pengalaman-pengalaman mendengarkan kisah-kisah, atau membaca transkripsi tentang tuturan “primitif” yang ajaib, aneh tapi memukau. Ketegangan begitu ditampilkan dengan loncatan posisi subjek yang tidak biasa. Misalnya dengan membaca 50 Tahun Usia Kuping, subjek dapat berganti-ganti, mulai dari seorang yang melihat kuping di tembok, kuping yang melihat tembok, sampai tembok yang kemudian menyampaikan pesan tentang kuping yang ada dalam dirinya. Afrizal adalah penyair dan saya mewakili banyak orang-orang yang tidak punya kemampuan membangun sebuah syair yang baik. Dalam beberpa kesempatan penelitian di Kalimantan Barat, di suku terpencil dekat perbatasan Sarawak Indonesia

Jumat, September 04, 2009

Seputar perkaderan HUMAN FISIP Unhas

SALAM KEKERABATAN!!!

Tetek bengek perkaderan selalu mengundang segudang wacana dan fenomena menarik. Betapa tidak, terdapat berbagai macam model keharuan yang berbeda disana. Apakah tentang kesedihan, tentang air mata, tentang pengorbanan, tentang pengkhianatan, tentang kekonyolan, bahkan tentang sebuah cinta. Namun tak jarang pula tentang konflik yang ketika dibiarkan akan berlangsung panjang tanpa akhir. Entah apakah antar pengurus, antar panitia, antara panitia-pengurus, antara panitia-senior, antara pengurus-senior, bisa jadi antar senior! malahan tak jarang pula antar mahasiswa baru yang tak segan-segan mengimbas pada jalannya proses perkaderan yang tak

Minggu, Agustus 23, 2009

Mimpi

Suatu hari di negeri yang tak ku kenali,
katakanlah negeri antah berantah...
ada satu masa disana yang terasa cepat berlalu,
bagiku...

Beruntung aku punya kesempatan bersamanya,
bersama kejujuran...
bersama kebahagiaan...
bersama keindahan...
disana...

Kalau saja masa itu ada di negeri bawah langit,
aku mungkin tak akan meringkuh dengan kesedihan ini...

Terlalu banyak kemunafikan,
terlalu banyak!!!

Biarkan aku bermimpi kembali,
dengan mimpi yang sama...

Ternyata

Kau hebat...
kala kupejamkan mata.

Kau brillian...
jika sedang ku bayangkan.

Kau sempurna...
saat ku memimpikanmu.

Kau indah...
ketika jauh.

Ternyata,
Kau menakutkan...
bila sedang bersamaku.

Sabtu, Agustus 08, 2009

Persinggahan hati

Masih ada banyak hal diluar sana yang perlu kita pelajari...
apakah tentang sepotong kecil momen manis dahulu??
secangkir cinta hangat memesona??
ataukah segenggam kebohongan yang menyisa luka...

Biarkan tanya ini terurai berai...
ku izinkan menyisir semua jawaban yang sembunyi...

Katakanlah aku ingin kembali berlabuh,
masihkah engkau menyisakan tempat disana buatku??
tempat yang dulu pernah aku singgahi,
ketika akan menunggu cinta yang baik untukku...

Maafkan aku hanya membuatmu menjadi halte bagi cintaku,
meskipun aku benar-benar tak ingin!
semua karena aku tak melihat bahwa hatimu adalah rumah untukku...

Satu tempat di suatu tempat

Satu tempat yang kau kosongkan,
tak lagi terisi...
harusnya tak seperti itu,
memang tak boleh begitu...
meskipun bukan hakku untuk melarangmu...

Satu tempat itu pernah terisi,
sekian lama...
cukup membawamu bertualang ke nirwana,
sampai kau sendiri tak pernah sadar,
bahwa suatu hari nanti akan kembali kosong,
jika telah cukup waktunya kau untuk ku singgahi...

Jumat, Juli 31, 2009

BUDAK

Bergelimang kenikmatan...
kesenangan sesat yang sesaat,
di pundak mereka bertengger setan-setan keji,
penghuni neraka terendah,
merayu-rayu, berbisik-bisik, memerintah...

Mereka tak perlu menanti,
neraka dengan wujud yang berbeda,
sebab mereka sendiri yang menjemputnya.

Budak-budak materi,
dikelilingi bayang-bayang kelam keterpurukan,
ketertindasan tak sadar,
jurang nestafa telah menganga...
siap menelanmu bulat-bulat,
dan....
kalian akan tahu sendiri

Sabtu, Juli 25, 2009

Aku ingin pulang...

...entah apa yang berbisik di telingaku,
untuk segera menghampiri dirinya,
dengan sadar ku pandangi matanya dalam-dalam,
hingga aku bagai menyatu dengan batinnya,
dia pun merasa begitu...

Ada setumpuk kerisauan membelenggunya,
berputar-putar tersesat, tak tahu ingin kemana,
dan tak mampu dia sampaikan lewat kata-kata,
namun cahaya di matanya yang berbicara,
kerinduan ini tak tertahankan...

aku ingin pulang...

(Untuk kerinduanku...
Jakarta, 26 Juli 2009)

BULAN

"Bulan penuh!!"
Seringkali kau berteriak begitu kegirangan ketika memandangnya, beruntung saja telingaku yang sudah mulai tua masih jelas mendengarnya... kau menyukainya, bulan penuh itu... entah kenapa, aku masih berfikir, tak pernah kau mengatakan alasannya padaku, bahkan meskipun aku menanyakannya...

Satu-satunya dugaanku saat ini adalah karena kau berharap kita berdua dapat menjelma menjadi seekor kelelawar (seperti di dongeng-dongeng rakyat) jika terkena cahayanya, agar kita tak usah lelah lagi di hardik oleh orang-orang dengan sebutan "manusia kelelawar!!" ketika kedapatan pulang pagi...

Sebetulnya, aku lebih berharap kita berubah menjadi bintang-bintang gemerlap yang menemani bulan bercahaya, agar kita tak hanya mengaguminya dari kejauhan, tapi ikut serta membantunya menghiasi malam-malam dengan cahaya kerlap-kerlip mempesona semesta kala itu, dalam waktu yang cukup lama...

Tapi...
Aku tiba-tiba tersadar ketika kau pun menyukai bulan setengah, bulan sabit dan bulan-bulan yang lain, sehingga aku terkadang berfikir, bahwa mungkinkah dikehidupan yang lalu, kau adalah seorang putri bulan...(?) jika begitu, pertanyaannya adalah, mengapa engkau (di) turun (kan) ke bumi??

PESONA

Aku berharap akan bermimpi malam ini,
bermimpi bersama penghuni rumah hatiku yang cantik,
sejak tadi ia terus mengitari ruang benakku,
mengganguku dengan segala pesona yang dia miliki...

Aku begitu memujanya,
hingga tak pernah sanggup aku menatap matanya,
mata menawan dengan percikan kilau surga,
dan tatapan bercahaya bening mesra...

Begitu pula dengan senyumnya,
senyum hangat yang masih terus membekas,
sejak mata ini terakhir menikmatinya,
di waktu-waktu lain yang masih berpihak...

Kami akan bertemu kembali di suatu mimpi,
mimpi yang tak seorangpun pernah memimpikannya,
hanya antara aku dan dirinya,
dimensi tanpa ruang dan waktu...

Betapa aku sangat memujanya,
wahai pesona yang ku harap tak berakhir,
keindahan yang begitu teramat nyata,
meskipun dia tak pernah benar-benar ada buatku...
Aku berharap akan bermimpi malam ini,
bermimpi bersama penghuni rumah hatiku yang cantik,
sejak tadi ia terus mengitari ruang benakku,
mengganguku dengan segala pesona yang dia miliki...

Aku begitu memujanya,
hingga tak pernah sanggup aku menatap matanya,
mata menawan dengan percikan kilau surga,
dan tatapan bercahaya bening mesra...

Begitu pula dengan senyumnya,
senyum hangat yang masih terus membekas,
sejak mata ini terakhir menikmatinya,
di waktu-waktu lain yang masih berpihak...

Kami akan bertemu kembali di suatu mimpi,
mimpi yang tak seorangpun pernah memimpikannya,
hanya antara aku dan dirinya,
dimensi tanpa ruang dan waktu...

Betapa aku sangat memujanya,
wahai pesona yang ku harap tak berakhir,
keindahan yang begitu teramat nyata,
meskipun dia tak pernah benar-benar ada buatku...

Sabtu, Juli 18, 2009

PERKADERAN HMI Cabang Makassar Timur


GAMBARAN UMUM KONDISI PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG MAKASSAR TIMUR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PROLOG
Sejauh yang kami ketahui, perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki dua dimensi penting, yakni; dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal yang dimaksud adalah pemahaman tentang perkaderan sebagai wahana enkulturasi, sosialisasi dan pengamalan nilai-nilai Islam kedalam diri kader. Dalam pendekatan dimensi ini, maka akan terjelaskan bahwa perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan kanal transformasi nilai atau ikhtiar menggeser nilai anutan para kader dari nilai jahiliyah menuju kearah nilai Islam sehingga tujuan HMI dapat tercapai. Perkaderan menjadi arena menawarkan nilai Islam sebagai nilai alternatif yang harus dipilih oleh kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Sementara itu, dimensi eksternal perkaderan yang dimaksud adalah menempatkan perkaderan sebagai ajang kontestasi dan ruang aktualisasi potensi diri kadernya. Dimensi ini memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan keilmuan, minat dan bakat seseorang yang tengah berproses dalam perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Memahami Perubahan dan Konteks Zaman
Dalam diskursus perubahan sosial, dapat diamati bahwa setiap sejarah memiliki cerita dan semangatnya masing-masing. Adalah sebuah keniscayaan, bahwa kebudayaan memiliki maknanya sendiri. Terlepas bahwa makna tersebut adalah reproduksi massal komunitas tertentu ataukah reproduksi individu penganut kebudayaan tersebut. Pada intinya, kebudayaan adalah hasil reproduksi manusia yang dilakukan secara berulang-ulang hingga menemui konteks kesempurnaannya.
Dalam konteks ini, perkaderan dapat dilihat sebagai salah satu manifestasi budaya dalam pendekatan kognisi (pengetahuan). Jika seperti ini, artinya reproduksi budaya perkaderan tak pernah terlepas dari seperti apa preferensi yang dimiliki kelompok (komunitas) tersebut, entah apakah itu nilai, mentalitas serta berbagai hal yang berkenaan dengan pengetahuan penganutnya. Hal ini mengakibatkan pada setiap sejarah perkaderan yang ada, memiliki warna atau karakteristik khasnya tersendiri yang barang tentu akan membuat perbedaan perkaderan di tiap zaman yang berbeda pula.
Konsekuensi logis dari asumsi tersebut adalah bahwa budaya perkaderan tidaklah statis melainkan dinamis. Perubahan akan senantiasa terjadi cepat atau lambat. Namun, seringkali perubahan tidak selamanya menuai hasil yang lebih baik. Oleh karena itu pengawalan perkaderan merupakan hal yang mesti secara serius untuk diperhatikan oleh semua kalangan (stake holder) pengader.
Makalah ini berusaha mengungkapkan bagaimana dan seperti apa kondisi perkaderan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar Timur dalam mengalami perubahannya. Secara umum, kami mencoba merefleksikan romantisme kejayaan HMI serta sebuah kondisi yang diyakini mampu membuat paradigma perkaderan HMI dapat kembali kearah (koridor) yang semestinya (ideal) sesuai dengan konteks zamannya. Dengan kata lain, makalah ini adalah sebuah gagasan reflektif dari kami para penggelisah kondisi perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur.


PEMBAHASAN
Perkaderan dalam HMI sebenarnya telah dirumuskan dalam pedoman perkaderan yang termaktub dalam aturan-aturan dasar HMI. Namun pada kenyataannya, pedoman perkaderan yang telah ada ini cenderung di abaikan dan tidak di implementasikan sebagaimana mestinya. Ada banyak faktor, bisa karena tidak semua pelaku perkaderan mampu memahami secara baik pedoman yang ada tersebut, belum lagi, hanya sebagian anggota atau kader saja yang membaca atau senantiasa bergumul dengan konstitusi dan aturan-aturan main yang ada pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Refleksi Paradigma Perkaderan HMI
Pada dasarnya, kunci keberhasilan HMI dalam pendulum pentas sejarah pergerakannya sebenarnya lebih disebabkan oleh ketekunannya dalam mengadakan proses kaderisasi, kontribusinya dalam diskursus intelektualisme Islam dan kemampuannya dalam mempertahankan independensinya, inilah sebenarnya tiga kunci yang satu sama lainnya saling bertaut tak terpisahkan hingga HMI pernah mencatatkan sejarah emas dalam diskursus intelektualisme Islam di Indonesia.
Keberhasilan ini lebih dikarenakan HMI mampu menerjemahkan Hakikat Perkaderan manusia seperti yang dikemukakan oleh pemikir sosiologi A.N Whitehead dalam teorinya yang berjudul Proses and Reality, yakni tentang kesadaran Proses dan Realiti. Whitehead mengatakan bahwa kesadaran proses yang dimaksud adalah berkenaan tentang suatu yang awal-akhir, sementara kesadaran realitas adalah pertemuan antara lahir dan batin. Maka dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa pertemuan kesadaran proses dengan kesadaran realitas merupakan hakikat perkaderan manusia yang bersifat lokalistik-hakiki (lokalitas yang paling hakiki). Sehingga ketika kita membangun paradigma perkaderan haruslah bisa memahami antara proses dan realitas kita secara integratif.

Pergeseran Paradigma Perkaderan
Penyempitan makna perkaderan ini ditunjukkan dengan adanya:
1. Basic Training HMI dianggap model paling penting dalam perkaderan HMl, menjadi kegiatan utama dan pokok, bahkan di beberapa komisariat cenderung menjadi satu-satunya kegiatan organisatoris yang pada akhirnya menjadikan HMI seolah-olah hanya sekedar organisasi Basic Training.
2. Relevansinva dengan kebutuhan pragmatis gerakan sosial dipertanyakan, sehubungan dengan upaya mempengaruhi transformasi sosial dalam bentuknya yang nyata.

Kondisi Objektif HMI Cabang Makassar Timur
Beberapa masalah-masalah yang akrab ditemukan pada HMI Cabang Makassar Timur :
• Sistem pendidikan yang sangat padat menjadikan akademik sebagai satu masalah yang cukup rumit diatasi. Kadang kala ketika diperhadapkan pada benturan ini, anggota atau kader akan lebih memilih mendahulukan aktifitas akademik (dan kami rasa itu benar), sehingga pilihan ini terkadang menyendat proses perkaderan yang akan berlangsung. Akibatnya, penurunan keterlibatan partisipasi menjadi terlihat.
• Kurangnya koordinasi yang terjalin antara sesama pengurus dan anggota HMI yang lain membuat realisasi program kerja perkaderan terkadang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
• Ketidakhadiran beberapa pengurus komisariat pada rapat-rapat koordinasi dan evaluasi perkaderan yang dilaksanakan oleh pengurus cabang meyebabkan arus informasi dan koordinasi tidak berajalan dengan baik.
• Lemahnya pengetahuan para kader dan anggota tentang aturan-aturan dasar yang berlaku dalam tubuh Himpunan Mahasiswa Islam, sehingga dalam melakukan aktifitas perkaderan, pada beberapa aspek dilakukan menurut pembiasaan yang ada secara turun temurun (tradisi).
• Lembaga Khusus yang menangani secara teknis perkaderan menemui kondisi mati surinya. Sehingga Bidang Pembinaan Anggota (PA) Cabang yang kemudian langsung mengambil alih wewenang-wewenang yang dimiliki oleh BPL HMI Cabang Makassar Timur.

Indikasi Kemunduran Perkaderan HMI
Kejayaan yang dicatatkan HMI dalam pentas sejarah Bangsa Indonesia kini telah berlalu. Pada kenyataan sekarang, HMI tengah memasuki saat-saat dimana semua itu hanya akan menjadi kenangan terindah yang memudar. Ada banyak hal yang perlu menjadi renungan (refleksi) bersama, mengingat bahwa kita tidak menginginkan kondisi ini akan semakin diperparah tanpa adanya semangat untuk mengembalikan kejayaan itu.
Kami mengasumsikan bahwa indikasi mundurnya HMI dapat dilihat pada beberapa hal yaitu: pertama, hilangnya tradisi intelektual di HMI. Hegemoni sistem perkuliahan di kampus mengarahkan anggota HMI hanya sekedar memainkan tradisi akademik dengan mulai menggeser tradisi intelektual sebagai basis gerakan kritis kampus terhadap segala persoalan keumatan dan kebangsaan. Terdapat budaya ilmiah di kalangan HMI kini hanya menjadi pajangan pameran romantisme sejarah, kekuatan intelektual HMI kini hanyalah simbolisasi kebesaran nama tokoh-tokoh tertentu. Bahkan kita harus beronani dengan kehebatan-kehebatan masa lalu yang pernah diraih HMI. Yang menarik pula disini adalah institusi akademik (kampus) yang telah menjadi basis gerakan HMI sudah berani menerorkan rumor kepada mahasiswa agar kiranya tidak ada lagi lembaga yang bernama HMI di dalam kampus, seperti yang terjadi di pada beberapa komisariat di Cabang Makassar Timur.
Kedua, lima dimensi HMI dalam Tafsir Tujuan HMI dipandang secara parsial dan dikotomis oleh kader HMI, yang mana Islam sebagai basis ideologi organisasi yang semestinya menjadi ruh pergerakan kader HMI ternyata hanya dipandang sebagai suatu simbol tanpa makna, bahkan dapat dipastikan ke-Islam-an kader HMI kini dipertanyakan. Betapa tidak, diskusi panjang tentang NDP maupun Filsafat Theologi yang menghabiskan banyak waktu hanya dijawab dengan bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah SWT. Sudah menjadi jargon bahwa kader HMI lebih menitikberatkan gerakannya pada dimensi kebangsaan yang menjurus pada keterlibatan dalam politik praktis. Kondisi ini kemudian tambah di perparah lagi dengan fenomena anggota HMI yang baru beberapa hari mengikuti basic training HMI telah terjerumus kedalam proses-proses politik tersebut dan akhirnya berimbas pada disorientasi anggota yang tertuju pada kekuasaan semata dan melupakan tujuan daripada terbentuknya kualitas Insan Cita. Sehingga tercipta sebuah label besar “Talk Only No Action” oleh beberapa mahasiswa termasuk kader-kader HMI itu sendiri yang ada di berbagai kampus-kampus dan berbagai organisasi-organisasi lain yang menjadi komplementer bagi HMI.
Ketiga, pada kasus hubungan senior dan junior yang kurang sehat, ini juga berkaitan dengan kritik-kritik terhadap pengader, yaitu pengader dianggap serba tahu. Model senior yang (kadang-kadang) menjadi beban ditimpakan pada mereka (junior) yakni, mereka diharapkan dapat bicara apa saja, sehingga terjadi tumpang tindih pengertian antara pengader dan senior, meski kata senior bukanlah istilah resmi atau istilah dokumen, melainkan istilah kultural. Akibatnya dalam pola hubungan ini, tercipta sebuah pencitraan bahwa senior yang lebih hebat pada kapasitas pengetahuan tertentu- ketimbang junior. Dalam posisi seperti ini, junior cenderung tak bisa mengelak jika pada suatu ketika di intervensi oleh seniornya. Semua hal tersebut berimbas pada ketimpangan hubungan senior-junior (eksploitasi). Konsekuensi ini mengakibatkan junior hanya menjadi pion-pion bagi kepentingan politik senior ketika mereka di butuhkan.
Keempat, yakni lemahnya akuntabilitas, kredibilitas dan tersendatnya perkaderan dibeberapa komisariat. Namun masalah ini tidak begitu signifikan karena di imbangi dengan komisariat lain yang malah terkadang sangat intens melakukan proses kaderisasi level Basic Training HMI. Yang terjadi hanya frekuensi training LK II yang dari tahun ke tahun nampak sekali telah terjadi penurunan, baik secara kuantitas terlebih lagi dengan kualitasnya. Semua boleh berubah, tetapi kader HMI yang berkarakter Insan Cita tetap harus bertahan untuk bagaimana memainkan prinsip yang didominasi oleh nilai-nilai keislaman dan keilmuan.
Singkatnya, kondisi perkaderan HMI tidak lagi bersifat transformatif, sehingga tidak mendorong dan menjamin kader berperan di masyarakat umum. Memang kita memiliki training-khusus, tetapi hanya sebagai pendukung bagi training-umum: menyiapkan pengader. Ada pula training ekstern, sebuah training politik, yang memberi wawasan politik bagi kader, namun tidak diarahkan pada keahlian khusus, seperti riset (penelitian) yang menurut kami sangat penting dimiliki oleh anak-anak HMI. Mungkin ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk membentuk Lembaga Kekaryaan dalam Bidang Riset (Penelitian), sehingga HMI juga memiliki Bank Data.


PENUTUP
Pada konteks cabang, sekedar usul (mungkin) sebaiknya praktek perkaderan merupakan otonomi cabang dalam hal-hal atau kebutuhan khsusus. Dalam soal pelaksanaan training, kritikan yang ditimpakan adalah pendekatan yang digunakan, terutama pada kasus Basic Training tadi, masih bersifat ideologis-dogmatis. Demikian pula hubungan senior dan junior, paling tidak dalam perasaan banyak orang. Sehingga usulan kesehatannya ialah dengan kembali pada tuntunan dokumen perkaderan yaitu partisipatif atau partisipatoris. Juga sebagai apresiasi terhadap usulan model dinamika kelompok.
HMI dengan segenap potensi yang dimilikinya (social capital) semestinya menjadi lokomotif perubahan terdepan didaerah ini dan bangsa ini pada umumnya lagi. Kader-kadernya diharapkan mampu berdaya guna di lingkungan sekitarnya. Setidaknya tidak menjadi beban sosial masyarakat. Sebuah pertaruhan masa depan yang tengah dilakoni oleh kader-kader HMI kedepannya. Namun demikian, terdapat tuntutan yang kuat untuk menghubungkan perkaderan HMI dengan masalah dan proses kemasyarakatan secara lebih konkrit. Sejumlah pertanyaan yang sudah dikemukakan diatas disamping menunjukkan kenyataan ini, juga menyadarkan kita akan tingkat perubahan posisi dan kebutuhan sosio-budaya dan sosio-politik HMl.
Pada dimensi lain, secara umum perkaderan HMI dianggap tidak lagi transformatif terhadap keadaan masyarakat yang berada pada kondisi kesakitan. Tujuan kurang didefinisikan dan diterjemahkan secara jelas dalam perkaderan dan bahasa (logika) gerakan, seolah-olah terjadi diskontinuitas. Baik konsep kunci Insan Cita dan masvarakat ideal belum mendapatkan perumusannya yang layak sebagai prinsip-prinsip transformasi masyarakat atau pertumbuhan individu dan masyarakat.
Dibutuhkan transformasi dari normatifitas-subjektif kepada objektivitas-empirik atas konsep-konsep Insan Cita dan masyarakat ideal tersebut. Islam dan kader hendaknya tertransformasi secara obyektif menjadi prinsip dan agen perubahan diri dan masyarakat, bukan sekedar jargon normatif dan bahan diskursus. Kader memiliki mental dan etos-profetik, semangat kenabian melakukan pembebasan dari semua bentuk ketidakadilan baik (terutama) dalam dirinya sendiri rnaupun masyarakat sesuai dengan proporsinya masing-masing. Salah satu syaratnya ialah tidak melihat Islam dan HMI sebagai monolitik.
Menurut hemat kami, fenomena di atas merupakan fenomena yang relatif universal terjadi pada kebanyakan cabang-cabang yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terutama bagi cabang yang masih berumur muda seperti HMI Cabang Makassar Timur. Maka dari itu, RAKORNAS HMI kali ini kami harapkan dapat menemukan sebuah rekomendasi untuk kemudian menjadikan kondisi perkaderan HMI kedepannya dapat lebih baik sesuai dengan konteks dan spirit zamannya. Amin.

Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
YAKIN USAHA SAMPAI

Strategi dan Taktik Rekrutmen Anggota HMI Cabang MAKASSAR TIMUR


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PROLOG
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak kelahirannya, selalu menempatkan diri sebagai gerakan mahasiswa Islam yang kritis dan konstruktif ditengah persoalan sosial politik dan keummatan. Bangunan kesadaran inilah yang menjadikan HMI selalu berusaha melakukan masifikasi gagasan dan reorientasi gerakan guna menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Sebagai organisasi yang memilih mahasiswa sebagai sasaran geraknya, tentu saja penjelasan-penjelasan yang diberikan harus lebih bersifat intelektual paradigmatis dengan rasionalisasi yang tepat sebagaimana lingkungan akademis yang membentuk mahasiswa. Sebab jika tidak, maka upaya pembentukan identitas mahasiswa menuju gerak Insan Cita akan mengalami kesulitan untuk dicapai.
Di sinilah kiranya HMI mendapat tantangan yang sangat besar. Sebab disamping tujuan yang demikian ideal yang harus dicapai, waktu dan ruang geraknya juga terbatas hanya pada mahasiswa. Kondisi ini harus dipahami sebagai relitas sosial yang dihadapi oleh HMI, sehingga sejauhmana keberhasilan HMI dalam melakukan aktifitas gerakannya sangat tergantung pada seberapa banyak mahasiswa yang tertarik masuk menjadi anggota HMI (dalam ukuran kuantitas), juga sejauh mana HMI memberikan perubahan yang signifikan pada cara pandang dan pemikiran Mahasiswa serta keterlibatannya—terutama kader HMI—terhadap setiap perubahan sosial dan persoalan keummatan yang tengah berjalan (dalam ukuran kualitas).


PEMBAHASAN
Kondisi Dunia Kemahasiswaan
Untuk membaca kondisi sosial dunia mahasiswa sebagai alat bantu merumuskan konstruksi perkaderan HMI kedepan, secara umum dapat dipetakan sekurang-kurangnya dalam tiga hal, yakni : Pertama, dalam perbincangan sosial politik, dunia kampus tidak dapat dilepaskan dari hiruk pikuk kepentingan politik. Mahasiswa tetap menjadi lahan garap yang sangat strategis bagi pencapaian-pencapaian kepentingan politik tertentu. Hal ini dengan mudah dapat dilihat bahwa arah gerakan mahasiswa secara sosial-politik, sangat erat kaitanya dengan suasana politik yang tengah berjalan di tingkat negara, atau lebih substantif tren dan ideologi gerakan mahasiswa sangat khas dengan tren dan ideologi partai politik yang ada. Secara umum, tidak dapat dinafikan bahwa aspek ini menjadi fenomena tersendiri yang sangat berpengaruh bagi upaya konstruksi gerakan masa depan.
Kedua, secara akademik kemampuan analitis dan konsepsi keilmuan mahasiswa sangat ditentukan oleh desain sistem pendidikan yang sedang berjalan. Pada aspek inilah, kiranya masa depan bangsa secara umum sejak dini dapat dilihat dari warna dan karakter budaya mahasiswa yang terbentuk dari produk pendidikan tersebut. Dalam logika sederhana, hal ini dapat dipahami bahwa sebagian besar penentu kebijakan dan strategi bangsa baik secara ekonomi, politik, maupun sosial, adalah didominasi oleh kalangan akademisi. Pada sisi kedua ini juga sebuah gejala perubahan kurikulum yang sedemikian cepat harus dilihat atau—lebih tepatnya—dicurigai ada setting kepentingan apa dibalik bangunan kurikulum yang diterapkan. Sebab jika tidak, maka masa depan arah pendidikan hanya akan dijadikan alat bagi kepentingan kelompok tertentu, semisal dominasi kekuasaan modal dengan proyek menciptakan pekerja yang murah dan profesional sesuai dengan kerangka keilmuannya masing-masing yang ada di kurikulum pendidikan.
Ketiga, dalam skala yang lebih luas, dunia mahasiswa adalah tempat yang sangat strategis bagi keberlangsungan distribusi produk-produk teknologi yang erat kaitannya dengan pembangunan pasar global serta upaya menciptakan budaya konsumerisme. Tanpa melakukan penelitian yang lebih jauh, dapat dilihat dalam relitas keseharian, bahwa hampir semua daerah yang memiliki basis universitas, akses terhadap hasil teknologi dan produk-produk mutahir selalu terdepan. Pragmatisme mahasiswa yang akhir-akhir ini semakin marak, mengindikasikan bahwa dunia mahasiswa telah terkooptasi oleh budaya pasar yang mendorong manusia menjadi konsumtif, mendorong hidup instan dan keinginan untuk mengikuti budaya tren yang berkembang.
Pada ketiga aras inilah gerakan HMI diperhadapkan dalam tantangan dan kondisi sosial yang sangat dilematis. Disatu sisi jika tetap komitmen pada idealisme gerakan yang diusung, dapat dipastikan minat mahasiswa untuk ikut menjadi anggota serta kesiapan kader untuk tetap berpegang pada tradisi gerakan sulit diharapkan adanya. Sementara pada sisi yang lain pilihan desain gerakan yang lebih bersifat akomodatif terhadap arus budaya yang dominan secara kuantitas mungkin dapat dipertahankan, namun secara kualitas, kesadaran pada idealisme yang diusung menjadi sulit untuk ditanamkan.

Formulasi Strategi dan Taktik
Dalam dokumen pedoman perkaderan HMI, disebutkan bahwa metode dan pendekatan rekrutmen merupakan cara atau pola yang ditempuh dalam melakukan pendekatan kepada calon calon kader agar mereka mengenal dan tertarik menjadi kader HMI. Oleh karena itu, rekrutmen menjadi sebuah keniscayaan organisasi agar proses peremajaan senantiasa terjalin secara kontinyu agar keberlangsungan organisasi dapat tetap terjaga (eksis).

Secara garis besar setelah melihat ilustrasi dunia kampus hari ini, ada beberapa hal yang kemudian dapat kami rumuskan kedalam sebuah pola dan formulasi rekrutmen anggota. Formulasi tersebut sering kami sebut dengan istilah “HmI-sasi”.
1. Penguasaan posisi-posisi strategis dalam structural lembaga kemahasiswaan (seperti Himpunan, BEM Fakultas dan Lembaga Mahasiswa Tingkat Universitas).
Adalah bukan rahasia lagi bahwa HMI sebagai sebuah lembaga yang telah mapan dan modern memiliki tradisi dalam memproduksi kader-kader yang memiliki kemampuan leadership dan politis, sehingga ketika ada sebuah momen politik (suksesi) dalam sebuah lembaga internal kampus, kader-kader HMI mengambil peran dalam momen tersebut. Hasilnya terkadang cukup memuaskan, bahwa kader-kader HMI menjadi cukup diperhitungkan dalam kancah perpolitikan kampus. Kondisi ini dapat memunculkan 2 (dua) konsekuensi, yakni positif dan negatif. Pada metode rekruitmen ini, dapat dianggap Positif mengingat posisi strategis dalam struktur dapat jadikan sebagai alat untuk kemudian mensosialisasikan HMI kepada ruang publik tentang keberadaannya. Sehingga ketertarikan berorganisasi dapat dimunculkan. Sementara pada posisi negatifnya adalah dapat memberikan citra bahwa HMI adalah lembaga yang dekat dengan kekuasaan dan pada akhirnya memberikan sentimen-sentimen dari orang-orang yang melabeli politik (kekuasaan) sebagai hal yang buruk. Namun, sejauh politik dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan kebaikan, kami kira politik menjadi sebuah senjata yang masih diperkenankan.

2. Harmonisasi antara birokrat dan mahasiswa (anggota HMI).
Harmonisaisi ini masih kami anggap sebagai salah satu metode terpenting dalam gerakan HMI di kampus-kampus, karena betapa tidak, permasalahan yang seringkali dianggap paling mengganggu terciptanya kelancaran proses perkaderan adalah ketika tidak adanya bantuan materil (dalam hal ini fasilitas kampus yang sedang dinaungi) yang menjadi instrumen penting ketika akan mengadakan pelatihan-pelatihan atau program-program kerja dalam hal ini Basic Training HMI dan sebagainya di kampus-kampus.

3. Sosialisasi Simbolik.
Ada kecenderungan budaya mahasiswa yakni senang menggunakan simbol-simbol tertentu. Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena setiap orang tengah mencari simbol-simbol bagi dirinya (kerinduan identitas simbolik). Oleh karena itu, misalnya dengan cara memakai baju-baju kaos yang di desain bergambar logo HMI sebagus mungkin serta membuat pin-pin yang dapat menggaet perhatian mahasiswa.

4. Komunikasi Persuasif.
Pada beberapa kasus, dapat diidentifikasi ada beberapa lembaga/organisasi kemahasiswaan (misalnya Himpunan dan BEM Fakultas) yang menanamkan label atau pencitraan negatif (pembusukan lembaga) terhadap HMI, bahkan terkadang tak segan-segan melarang dengan keras bagi para anggotanya untuk mengikuti/masuk dan bergaul dengan lembaga ini (ber-HMI). Oleh karena itu, komunikasi persuasif menjadi cara paling efektif dalam memberikan klarifikasi dan penjernihan citra yang dimaksudkan. Hal ini juga dianggap sebuah metode untuk menumbuhkan keterikatan emosional bagi suatu hubungan orang perorangan. Metode ini pun termaktub dalam pedoman perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

5. Mempertunjukkan identitas kebersamaan.
Menunjukkan iklim kebersamaan dikalangan HMI juga menjadi sebagai salah satu strategi yang penting menggaet simpati para mahasiswa non-HMI di kampus-kampus. Sebab, seperti yang kami katakana di atas, bahwa hari ini ada sebuah kecenderungan orang-orang untuk kemudian berusaha mencari jati diri (identitas) masing-masing yang di anggap sudah mulai kabur di telan globalisasi.

6. Adaptasi budaya.
Dalam konteks masyarakat kampus Makassar Timur, fenomena budaya pop (sebagai contoh golongan PUNK) menjadi sebuah pemandangan yang biasa terjadi. Ada semacam “penghargaan kebudayaan” dikalangan kader-kader HMI Makassar Timur. Hal ini yang menyebabkan anak-anak HMI dikampus-kampus menjadi mudah di terima, Oleh kerena dengan kondisi seperti ini, pembauran dengan berbagai golongan menjadi sangat dimungkinkan. Jadi, pencitraan tentang diskriminasi suatu kelompok budaya tertentu tidak dimiliki oleh HMI Cabang Makassar Timur, seperti yang dimiliki atau mungkin saja menjadi perintah mutlak bagi organisasi-organisai Islam yang lainyang tidak perlu saya sebutkan namanya.


PENUTUP
Beberapa strategi rekrutmen diatas merupakan proses-proses yang dimungkinkan terjadi secara alamiah (given) oleh kader-kader HMI. Diasumsikan karena telah menjadi kebiasaan-kebiasan yang di tradisikan dan akhirnya melembaga sebab menjadi cara-cara yang dianggap terbukti efektif guna rekrutmen anggota. Oleh karena itu, perhatian yang serius lebih kami utamakan kepada program-program pembangunan kapasitas kader yakni peningkatan dan pengembangan kapasitas keilmuan dan wacana NDP kader, serta penajaman-penajaman wacana sosial, sebab tanpa melakukan perumusan konsep model-model rekrutmen anggota yang direkayasa pun (direncanakan, diprogramkan) organisasi HMI masih cukup seksi dan menarik di mata mahasiswa Makassar Timur.
Ada banyak alasan, entah apakah sebab pragmatis atau idealisme tersendiri. Yang jelasnya bahwa mereka menganggap HMI masih dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan yang mereka inginkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan angka (kuantitas) anggota yang mengikuti Basic Training HMI di beberapa komisariat HMI Cabang Makassar Timur dari tahun ke tahun yang masih stabil (tidak terjadi penurunan kuantitas yang signifikan) dalam 2 tahun terakhir ini.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga beberapa (sebagian kecil) komisariat yang kesulitan melakukan proses-proses kerja perkaderan (perekrutan anggota) dikampusnya, hal ini lebih disebabkan karena kondisi birokratisasi kampus yang membatasi ruang gerak HMI dengan tidak diperkenankannya menggunakan fasilitas kampus oleh lembaga eksternal kampus (HMI). Alasan lain dikarenakan konflik lembaga ekstra kampus yang telah menjadi tradisi dari generasi ke generasi (misalnya komisariat UIM).
Serangkaian langkah taktis telah dilakukan, misalnya dengan melakukan proses-proses Basic Training HMI di luar kampus (namun membutuhkan banyak dana) atau bekerja sama dengan komisariat yang kondisi birokratisasinya masih lebih kondusif dan memihak. Hal ini pula membuat komunikasi dan hubungan antar komisariat bisa terjaga dengan baik (Komisariat STMIK, AKBA dan UIM serta Komisariat Teknik, MIPA dan Farmasi).

Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
YAKIN USAHA SAMPAI

Terima kasih untuk hari ini...

Terima kasih atas sepotong kecil momen manis yang kau suguhkan untukku tadi,
lewat senyumanmu yang mengalir lembut menuju mataku sampai ke semesta hatiku,
aku terlalu kesulitan untuk melukiskannya dalam sebentuk kata-kata pujangga,
padahal sebelumnya, aku pandai merangkainya semudah mengedipkan kedua mataku.

Melupakan momen itu berlalu begitu saja adalah sebuah hal terkeji,
yang mungkin saja tidak akan berulang lagi di kemudian nanti,
jika aku diperkenankan masih menghirup udara yang ku hirup hari ini,
aku berjanji esok akan mampir mengecek rumah yang tengah ku bangun dihatimu...

Jumat, Juli 10, 2009

Pertanyaan..

Dalam tanda tanya besar yang siap menyerang,
dan segudang keraguan yang tiba-tiba membengkak,
aku tergerak untuk bergerak merangkak,
merogoh celah atas tanya yang menyumbat benakku.

Pernah di suatu waktu tanya ini mengejarku,
namun aku menepisnya dengan pertanyaan lain,
pertanyaan-pertanyaan yang menyulitkan,
antara aku, tanya dan benakku.

Mungkinkah dalam satu masa kehidupan kali ini,
aku mampu mengejar ketertinggalanku dari masa lalu??
selalu ku harap bisa seperti itu,
atau semua hanya fatamorgana waktu....

Apakah engkau bersedia memaafkanku??

Kau berkata benar tentang dirinya,
tentang semua kemunafikan yang dia punya,
tentang kebohongan-kebohongan kecil yang dilakukannya,
yang tentu saja perlahan akan merusakku.

Maaf aku tak mendengarmu waktu itu,
jika kau ingin mengatakan sesuatu tentangnya,
tentang kelicikan-kelicikan yang melekat padanya,
semua hal negatif tentang dirinya.

Maafkan pula atas sikap sentimentilku,
ketika aku terus memintamu melupakan cerita itu,
dan melarangmu mencacinya dengan kata-kata kotor,
yang ku anggap tak masuk akal sama sekali.

Apakah engkau bersedia memaafkanku??

Sabtu, Juli 04, 2009

Seperti kataku; mengakhiri lebih sulit daripada memulainya.

Seperti kataku... aku harus mengakhirinya,
sebab tak sanggup lagi aku harus meneruskan perjalanan ini,
kakiku terseok-seok menapaki satu persatu jalan kerikil yang tajam dan penuh lumpur,
belum lagi tak seorang pun mau menggopohku ketika kuterjatuh nanti.

Seperti kataku... kemarin dulu,
jiwa-jiwa ini akan hilang di terkam kesombongan nan angkuh,
jika tak segera aku menjauh dari ketersesatan waktu,
padahal seringkali waktu menafkahiku siang dan malam.

Seperti kataku... tak lama sebelum hari ini,
ketika belajar dari pengalaman dunia yang di pijak menjadi lebih sulit,
dan pertanda zaman sudah tak mampu lagi di tafsirkan olehku,
aku akan terlempar dari cahaya yang membersihkan kotoran-kotoranku.

Seperti kataku... hari ini dan hari-hari yang lain,
aku dan kamu tak pernah puas menikmati diri sendiri,
karena kita tak pernah memahaminya secara serius,
akhirnya, mengakhiri lebih sulit daripada memulainya.

Kamis, Juli 02, 2009

Cinta yang terbunuh

Kau akan membuatku terbunuh,
jika tak cepat kau padamkan rindu berat di pelupuk hatiku.
Kau pasti akan membunuhku,
jika kau korbankan dirimu demi keangkuhan yang merajaimu.
karena kau adalah pembunuh yang terbunuh!

Harusnya aku bisa mengenalimu lebih awal,
bukan ketika aku hampir sampai pada ujung kematianku,
namun aku bersyukur masih sempat menghindarinya,
menemui kesempatan menapaki titian-titian warna pelangi,
yang mungkin tak ku dapat lagi di lain waktu,
jika aku benar-benar terbunuh.

Kala itu...
pada malam kematian bintang,
sebelum dia sempat berbicara padamu,
tentang kepergianku yang misterius,
tentang surat yang ku tulis untukmu,
dan tentang cinta yang ingin kukabarkan pada segala yang tak jelas berkata.

Rabu, Juli 01, 2009

EKSISTENSI

Semua adanya akan terbiasa,
cepat atau lambat hanya persoalan waktu,
seperti itulah cara kerjanya,
sebelum menatap kesempurnaan.

Bukan sebuah pekerjaan mudah,
langkah demi langkah walau harus tertatih,
terkadang harus memaksa 'tuk berlari,
sepanjang tetap terus melangkah.

Lingkaran yang tak pernah terputus,
bak roda yang senantiasa berputar,
lalu kembali berulang-ulang lagi,
seperti sebuah siklus yang ku sebut kehidupan.

Jiwa-jiwa yang hilang (tersesat),
tak akan sanggup menemukan cahayanya,
tanpa mencoba mencari sumber dari cahaya itu,
agar jiwa yang menempati jasad semakin identik dengan-Nya.

Akhirnya "ketiadaan" (ada itu sendiri) memanggil,
lalu semua tiba-tiba berhenti,
hanya antara aku dan diriku,
satu lawan satu!!!

Hingga panggilan lain menjemput untuk berkumpul dikeabadian...

Keangkuhanku

Dalam keangkuhanku,
dan jubah sepi menyelimuti...

Pertautan waktu membawaku menyelami seisi diri,
untuk mencoba mengerti,
bahwa terkadang menjadi angkuh membuatku merasa tenang,
meskipun kesepian terus saja menjadi bayang-bayang gelap.

Tapi itu tak penting!
yang penting adalah penerimaan "dunia",
duniaku....
bukan dunia mereka,
yang selalu merasa mengenalku,
padahal tidak, tak pernah!!

Bukankah mereka tidak akan pernah (benar-benar) mengenalku?
karena tidak akan ada yang pernah (benar-benar) mengenal diriku selain aku sendiri.

Dalam keangkuhan ini,
mereka tak mampu membunuhku....

Mengejarku sampai kapan waktu,
tak akan pernah sanggup,
apalagi untuk menggapaiku,
sementara aku akan terus menjauh.

Terasa sulit,
dan begitu sulit
mengobati keangkuhan ini...

MENANGIS

Perih, sesak, tak berdaya,
menahan luka yang masih membekas,
menuruti kemauan raga,
dan senyap kini tak terlihat...

Aku, kamu, dia, dan semua,
hanya tinggal menunggu waktu,
untuk tiba dan menyergapmu,
merasakan betapa tidak terperinya...

Terhenyak pula memandangnya sekejap,
setitik demi setitik namun pasti,
melangkahkan kaki yang semula hanya diam,
menutup diri....

Meraung...
terus meraung...
melemparkan keluar emosi jiwa,
agar orang-orang tahu.

aku menangis....

Dunia itu

Meringkuh sejenak untuk coba mengerti,
sejak kapan dingin itu mulai merapuh?
pada serpih-serpih kepura-puraan,
dan menghamburkan luapan pesan-pesan rasa yang tak jelas...

Seperti tapak-tapak kaki yang ditinggalkan oleh langkah yang berlalu,
seperti teks-teks yang keluar dan berganti-ganti makna,
dan seperti angin yang terus mengikuti pusaran kehidupan,
lalu lenyap entah kemana...

Aku masih disini dalam keterasingan,
jauh dari dunia yang ku kenal,
dunia dengan dramaturgi politik dan budaya,
perih menyesakkan dada...

Pada sisi lain...
masih ada sebagian dari jiwa-jiwa yang merindukannya,
dan berusaha untuk menarikku kembali,
dalam lubang hitam dunia itu...

Ditengah itu...
kecongkakan dunia yang menganga teramat besar,
aku akan tertidur entah sampai kapan
sambil menunggu semua yang ku katakan kepadamu tak ada lagi...

Kalau harus berakhir, berakhirlah!
agar tak ada lagi yang berani menggangguku...

Untuk Dia

Untuk dia sang penawan hati...
apakah hanya aku yang merasakannya??

Tersambut bulan sabit merah dan senja sore kelabu
diantara kaki bukit bawakaraeng
masih tetap sama dan seperti hari-hari lain yang akan berganti

Aku tahu kau akan datang dan mendengarku bernyanyi disini
senandung keresahan hati...

Aku masih berharap hati ini semerah bulan sabit itu
bukan seperti senja sore kelabu yang menampakkan wajah muramnya langit

Aku akan bernyanyi lagu tentang kita
lagu yang akan membuatmu tersenyum sepanjang hari
hingga kau lupa pahit kelam hidup ini

Tertawa adalah bagian paling indah dari dirimu
aku senang melihatmu seperti itu

Terus saja seperti itu kekasihku...
teruslah tertawa dan ikut bernyanyi denganku

Aku masih merasakan betapa lembut dan hangatnya tanganmu
ketika membelai pipiku dan mengelus rambutku tatkala aku sedang melamun

Terus saja seperti itu kekasihku...
teruslah membelai dan mengelusku sepanjang waktu

Bila esok yang kunanti telah tiba
dan bayang-bayangmu menjelma menjadi sepasang sayap malaikat cinta
lalu membisikkan ke kedua telinga tentang kalimat-kalimatnya
bahwa kita berdua adalah satu
tidak akan berpisah lagi sepanjang kau masih terus menjaganya...

Berat...

Aku tak bisa lagi terus berlari...
berjalan pun harus tertatih

Masih ada jejak kaki yang ku tinggalkan
dari tapak-tapak cerita
dan kau masih di belakangku untuk mengejar
sebab masih ada beberapa serpihan yang belum kita selesaikan...

Kau menahanku pergi
untuk menyelesaikan cerita itu...

Selasa, Juni 30, 2009

Tetap Melangkah

Sejak auranya menyentuhku...
memanggilku untuk sejenak menjadikannya penawar hati yang sedikit kelabu..
aku tak sanggup berkata apapun ketika itu terjadi lagi untukku...
sesak, takut, senang (?) lagi dan lagi menjadi-jadi.
kuperintahkan akalku membuangnya setelah kutuliskan catatan ini,
agar tak lagi murung duniaku...

Tetap selalu melangkah,
meskipun jejak akan kutinggalkan..
entah untuk apa dan siapa.

TELEVISI

Hey!! apa yang sedang kamu lakukan?
kamu bertingkah lagi...
dasar tak punya ideologi!
kalaupun ada, ideologi apa??!!
pasar???
memangnya pasar itu sebuah ideologi?
pasar pun memiliki pilihan ideologi..
setidaknya begitu.
entahlah...

Aku sudah muak!!
menjengkelkan..
setiap hari begitu terus.
adakah yang bisa menghentikanmu??
jawab aku!!!

Siapa juga yang bisa menghentikan kamu...
mereka sudah terbuai
katanya oleh kesenangan tiap saat
kamu begitu meraja
disini...

Subuh...
sangat religius

Pagi...
lelucon bangsa

Siang...
drama negeri

Sore...
kombinasi melankolis dan derita

Malam...
kompleks

Tengah malam...
cabul

Hendak kemana kita??
terserah..
pilihannya ada banyak
tergantung selera hegemonisnya yang mana.

Disini ku terluka!

Memahami makna,
semua yang terlanjur merapuh
Kuingin kembali,
mencoba meraih
namun ku tak temukannya...

Menapaki jejak,
berjalan dikeruhnya ruang
terus kuhadapi,
walau tak terperi
bekas yang masih mendera...

Harus ku akui disini ku terluka!
Harus ku akui kau terlalu indah!

Untuk usia yang tak lagi muda

Kini ada banyak pertanyaan,
seberapa jauh aku sudah melangkah..??
apa yang sempat di inginkan oleh hati pria kecil sepertiku?
pada sedikit usianya yang beranjak menanjak!
aku akan mencari tahu...

Bisikan pertanyaan itu kembali keluar memekiktajam di telingaku
mencari jawabnya yang entah ada
apa yang terpikirkan olehku pun aku tak tahu
setahuku, ada banyak pertanyaan kini...

Pertanyaan itu tentang kebahagiaan...
tentang kehidupan,
dan tentang makna...
klise, namun berarti
klasik, namun begitu penting
dan belum ada yang benar-benar tahu jawabannya.

Semuanya tentang ada apa dengan kebahagiaan manusia
ada apa dengan kehidupanku saat ini
ada apa dengan keadaan sekitarku
keadaan itu jika tak keberatan kusebut "masyarakat"!

Apakah mereka kesepian tanpa aku??
tidak!!!
siapa bilang??
meski tanpa aku, mereka akan tetap berjalan tanpa henti untuk memperhatikan dan menungguku
memangnya mereka angkutan kota yang ketika aku menahannya dengan membuat isyarat tangan lalu mereka akan berhenti begitu saja??
tidak!!!
siapa aku?
tidak seperti itu...
mereka akan tetap berjalan dengan kecongkakannya tanpa harus mempedulikanku!

Lalu, dimana harus kutemui kebahagiaan itu?
kebahagiaan yang katanya akan tampak nyata ketika di bagi dengan orang lain (?)
jika tidak di bagi, namanya apa??

Aku tak tahu....

Aku tak tahu apa lagi yang harus kulakukan
bersikap apatis??
individualistis??
bisa???

Menjadi diri sendiri pun sangat sulit
sebab ada sesuatu diluar diriku yang memaksaku untuk keluar dan menjadi inilah, itulah, dan sebagainya..
bahkan kadang-kadang aku menjadi sangat naif
bahwa semua ini sudah dikendalikan oleh takdir
jika begitu, kebahagiaanpun adalah takdir
dan sudah ditentukan bagiku.

Tapi ahh...
jauhkan aku dari pemikiran seperti itu!!
aku dapat menemukan kebahagiaan dengan caraku sendiri
dengan bantuan tubuhku
tubuh yang masih sanggup mencari...
mencari arti, makna, dan bila perlu memaksa keajaiban datang!!
dan memberiku sedikit kebahagiaan.

(Kupersembahkan untuk UMUR-ku...)

4 Maret 2009

Syair-syair Munajat

Pernah pula kau menenggelamkanku dalam lubang yang dalam,
hingga aku tak tahu harus berbuat apa...
serius! kamu serius,
itu benar-benar terjadi padaku.

Kini semuanya dapat terlihat jelas,
aku dan kamu seperti itu....

"ANTARA KUNCI DAN PINTU (I)"

Jika kau memintaku untuk menyimpannya,
aku bersedia melakukannya,
biar tetap kusimpan sampai tiba masanya,
meskipun lama...

Aku juga tak pernah berfikir untuk meraihnya,
apalagi harus mencobanya,
sementara dia pun masih begitu,
tertutup rapat berharap ada yang membukanya.

Ketakutan mungkin pula ikut mendera,
atau perasaan lain yang berusaha mencengkeramku,
untuk tetap tinggal diam tak berbuat,
jangan-jangan ketika ku buka, tak ada kamu disana...

"TERSERAHLAH"

Aku baik-baik saja sebelum kau ucapkan kata itu,
bahkan lebih baik dari hari kemarin,
ketika sedih dan sepi kembali menyerang dari segala sisi,
aku kira kamu tahu itu.

Menunggu janji...

Dalam kebimbangan fajar dan petang,
aku masih menunggu janji malam dan siang...

KALIURANG

Kusempatkan mengintip peraduan siang,
dalam cahaya yang masih teramat remang,
siapa tahu esok tak bisa ku dapati seonggok terang,
padahal aku masih memuja langit perawan kaliurang,
tepat di kaki bukit plewang.

(Pesan Rinduku untuk Jogjakarta)

Kesepianmu

Aku yang tak terbiasa menemani sepimu,
terpana dari kejauhan menatap kosong reruntuhan asa,
seandainya aku bisa pun tak akan kulakukan,
jangan pernah kau tanyakan padaku,
karena aku tak ingin memiliki sepimu itu...

Aku ingin!

Ingin ku lumat habis kedengkian yang menggerayangi jiwamu,
ingin ku petikkan dawai melodi gitarku untuk kesunyianmu,
ingin ku hiasi kesendirianmu dengan tawa dan nyanyianku,
ingin ku bakar keangkuhan yang masih membelenggu batinmu,
ingin ku ludahi kau dengan puisi-puisi bijakku,
agar kau tahu, aku ada bersamamu...

Bukan itu maksudku...

Pada keterasinganku yang mulai pekat,
sebelum belulangku merapuh,
jantungku tak kuat lagi memompa darahku,
dan tubuhku pun harus rebah di sengat waktu,
akan kukatakan dengan suara lantang,
"...bukan itu maksudku..."
kita sama-sama tahu,
tak ada yang tak lekang oleh waktu.

Antara sapu tanganku dan Bunga mawar

Jika sapu tangan ini tak cukup untuk membendung tangis yang mengair dilingkar wajahmu,
maka izinkan aku untuk memetik bunga mawar agar kau dapat tersenyum kembali,
tahukah kau bahwa itu berhasil karena aku pernah mencobanya pada perempuan lain.

PESAN (II)

Kau kirimkan aku pesan singkat malam itu bertintakan keraguan:
"apakah kau benar-benar mencintaiku?".

Aku coba membalasnya dengan tinta warna kepastian bertuliskan:
"kau yang tak benar-benar mencintaiku..".

Namun sebelum akhirnya sampai padamu, seekor burung kecil lebih dulu mencurinya dan baru menyampaikan pesan itu kepadamu ketika kau telah lelah menunggu jawabku...

Pergilah...!!

Aku tak peduli dengan semua kelembutan cinta yang terberi,
entah darimu atau dariku sama saja!
bagiku itu adalah penipuan yang terkeji,
yang terbungkus oleh pengorbanan semu.

Berapa harga yang harus ku bayar untuk menepismu??
akan aku lakukan!!
jika kau tak mau pergi,
beritahu aku cara membunuhmu agar kau tak tersakiti.

Masih bisa bertahan

Bila keheningan ini yang mengusikku,
mungkin aku masih bisa mengatasinya,
karena terkadang keheningan ini kuinginkan,
untuk mengusir kepenatan.

Aku tak ingin terbiasa berjalan dalam genangan kesepian,
meski sesekali sang dewi menjelma untuk menyelamatkanku,
tapi aku tak pernah sadar dia datang untuk cinta...
sepertinya...

Apakah kebahagiaan yang sedang kau tawarkan??
bukan itu yang ku minta,
tapi senyum tulus yang lahir dari buah kasihmu...
seperti yang kuceritakan dulu...

Atau kau telah lupa??
jangan membuatku menunggu,
cobalah untuk mengingat-ingat lagi...

Mengapa tak kau beritahu aku jika kau telah datang (?)

Mengapa tak kau beritahu aku jika kau telah datang,
seperti pesan yang kukirimkan padamu dikeheningan malam yang pekat,
sebelum aku tertidur dan menemuimu dimimpi-mimpi kita...

Mengapa tak kau beritahu aku jika kau telah datang,
agar aku dapat menyambutmu dengan nyanyian dan tarian cinta,
serta pelukan hangat yang akan membawamu tetap berkelana tanpa harus meninggalkan aku.

Mengapa tak kau beritahu aku jika kau telah datang,
sehingga kau bisa bercerita lebih dulu kepadaku tentang perjalanan panjangmu,
hingga akhirnya kau bisa sampai disini, dalam pelukanku...

Beritahu aku jika ia telah datang...

Beritahu aku jika ia telah datang,
aku berniat membuatkan secangkir cinta manis dari kasih putihku,
cinta yang kuracik dengan asa dan haru biru yang menggelora,
ditambah dengan beberapa tetes peluh pengorbanan.

Beritahu aku jika ia telah datang,
dari pengelanaan cintanya yang panjang,
agar jika aku harus menemuinya nanti,
aku telah siap untuk mempersembahkan cintaku padanya...

Beritahu aku jika ia telah datang,
karena kami masih saling menanti dan mencari...

Dear: My Soulmate...

Cepatlah kemari kekasihku,
kembali dalam dekap pelukanku,
mengulang kisah yang kita jalani kemarin,
dan memperbaikinya,
dalam hari-hari yang bahagia...

Kekasihku,
aku ingin menatapmu lebih dekat,
tidak dari atas beranda imajinasiku saja,
tapi didekatmu...
sebab aku merindukan semuanya.

Akhir-akhir ini aku sering memikirkanmu..
kadang bayanganmu muncul tepat dihadapanku,
seolah kau sedang mengajakku berbicara,
dan kusambut setiap ajakanmu,
lalu kita berdua larut dalam keintiman.

..tapi hanya kita saja yang mengertinya.

Kekasihku,
jangan pergi lagi,
tetaplah terus bersamaku...
selama-lamanya.

Satu hal yang ingin kusampaikan,
jika suatu hari nanti kau kembali datang,
aku memohon padamu:
tolong sudahi kisah yang belum kau selesaikan padanya..
agar tak ada lagi yang mengganggu.

(Surat ini kutulis ketika aku sedang berjuang melawan kesepian)
6 September 2007

ABCISSION

Desir angin merambat lambat tajam,
menyisir aroma tubuh yang hampir layu,
mereka mudah menemukanmu,
tak usah lari darinya...

Sesekali naik lalu menukik turun perlahan,
kadang tiba-tiba menyebarkan kesedihan,
seperti gurun padang pasir yang sepi..
cobalah raba anginnya!

Menelan buta segala disekelilingnya,
...apapun itu...
semuanya,
tanpa kecuali.

Tak kukira secepat kedip mata sampai padaku,
padahal belum tepat untuk musimnya,
seharusnya gugur daun masih terlampau jauh,
atau jangan pernah datang...

Walau masih ingin menghijau,
menggugur adalah pilihan,
bagai pahlawan?? mungkin saja...
meskipun harus berpisah dengan yang lain,
..(tapi tak jauh),
agar kehidupan terus berlanjut...

Tentang Waktu

Tentang waktu,
yang tak seperti biasanya,
menurutku...

Semua masih terus bertanya padanya,
pada jarum yang tak hentinya berdetak,
dan tak rela menungguku menyiapkan sepotong kejujuran,
di separuh usiaku...

Jam dinding tua itu...
dan penunjuk waktu yang lain,
melekat sebuah kemewaktuan yang mencair,
yang akan selalu jujur pada dunianya.

Tentang waktu,
yang memaksaku berdamai dengan kenyataan,
dan membuatku percaya tentang satu hal,
bahwa setiap waktu adalah permulaan yang berulang...

Yang tak kusadari

Hembusan nyala angin tak lagi kering,
hingga kulit luarku mengelupas-kelupas,
dan tenggorokanku harus terbiasa menelan liurku sendiri,
agar dahaga sedikit terpenuhi...

Aku telah sampai pada penjajakan panjang,
meskipun waktu terkadang menertawaiku,
kadang sesekali melempar senyum simpul kecut,
yang dia tujukan bagi pengecut,
harusnya bukan aku...

Sepertinya, aku telah menemukannya..
Tanpa tersesat!

Yang jelas, kurasa belum begitu terlambat untuk memulainya lagi..

Aku satu "TUBUH" dengan kalian...

Bukan sekedar kata-kata biasa,
menyembur keluar dari mulutku hari itu,
menghujam kuat melebihi benda tajam manapun,
kepada kalian yang menemani kehidupanku...

Anehnya (mungkin hanya aku yang merasakannya),
tak ada gubrisan...
tak ada yang mengerti...
atau kalian pura-pura tak mendengar.

Aku ingin bersembunyi setelah itu,
menghindar dari duniaku sendiri,
(dunia yang tak henti-hentinya kupuja),
tapi aku pernah berjanji,
tidak akan pernah lari lagi,
dari kenyataan yang terpatri.

...aku tetap siap menunggu.

Semoga esok kalian pulih dari ketulian,
sembuh dari kebutaan,
dan sadar dari ketidaksadaran,
bahwa kita tidak sedang baik-baik saja...

Bidadari Kecil

Aku menatap dari kejauhan, dari balik keramaian taman,
ketika dia sedang serius bercengkrama dengan kawanan burung merpati,
dan beberapa butir gandum yang dia lemparkan ke arah merpati-merpati itu,
lewat jemari tangannya yang mungil.

Begitu polos dan bersahaja,
seperti kertas putih yang belum terbubuhi noda tinta,
tinta kemunafikan dan kecurangan,
yang akan (mungkin) dia hadapi esok...

Tawanya yang begitu riang,
mengalahkan angkuhnya dunia ini,
mengalahkan kesombongan mentari,
dan kecongkakan senja!!

Dia tak peduli orang-orang di sekelilingnya,
yang dia tahu, dia sedang berbahagia..
dan aku pun terbawa dalam kebahagiaannya,
...sangat bahagia... biarkan saja begitu..
tetap begitu..

Aku sampai cemburu di buatnya...

Lalu ku coba untuk mendekat,
berharap ikut menemaninya bermain,
tapi aku tiba-tiba terbangun...
sebelum berhasil mendekatinya...

(Versi aslix ku tulis dalam bentuk lagu ketika sedang berlibur di Malino)

BERPENDAR

Gemerlap memesona...
adalah kilauan pelangi di senja sore,
ketika langit biru sementara berkuasa,
mengalahkan fenomena alam manapun,
setelah rintik hujan sedari tadi jatuh ke bumi.

Seperti kamu...
senantiasa menarik kekagumanku,
meskipun waktu memudarkanmu seketika,
namun tak sanggup menghapus keterpesonaan ini,
sebab cahaya itu berasal dari dalam...

Aku menyebutnya "Cahaya yang berpendar".

PESAN

Tadi pagi…
aku terbangun dengan menatap kedua kening matamu sedang mengernyit,
kau memandangku tajam bagai sebilah pisau yang siap menikam,
lingkar wajahmu yang berparas lembut terperosok gusar.

Kau membaca pesan singkat diponselku yang berbunyi:
“met bo2 syng...” by. iVy

Astaga!! Aku lupa menghapusnya semalam…

HENING

Aku tersontak kaget (seandainya kau melihat wajahku),
tiba-tiba saja aku merasa ada yang sedikit berbeda dari biasanya,
kutahu wajahmu selalu dapat menjelaskan keadaan,
apalagi matamu…

Namun hari ini…
matamu tak menjelaskan apa-apa,
itu yang membuatku bingung…
*(hening)

Aku tak dapat berkutik ketika kau mengatakan:
“kemarin aku ke dokter Ardy, aku di diagnosa mengidap kanker stadium 4, umurku tak akan lama lagi…” katamu pelan.
*(kembali hening)

Lalu aku menjawab dengan lirih:
“ akupun begitu…”

IZINKAN AKU MENGAKHIRINYA!

Yang ku sesali kisah ini terjadi berulang,
ketika kau dengan sengaja meninggalkanku,
kau harus tahu, kau pun menyesalinya.

Kita bertemu kembali dengan cara yang sama,
tapi dengan waktu yang berbeda,
kau dan aku telah memahami mengapa kita tak dapat menyatu,
sebab aku mengenalmu sementara kau tak mengenal dirimu sama sekali,
itu yang kau benci.

Kali ini, aku ingin tetap disini…

Jika air mataku tak dapat mengguyur api kemarahan yang sedang melumat dirimu,
izinkan aku memeluk erat tubuhmu meskipun harus terbakar bersamamu.
aku ingin mengakhirinya, sekarang!

TAK PERLU

Cintamu yang tertinggal dimasa yang lalu,
tak usah setengah mati mencarinya,
aku berjanji akan menggantinya dengan yang baru.

Wajah, Toko dan Hak

WAJAH
Ku sandarkan tubuhku di dinding pintu setelah beberapa jam berdiri menunggumu datang,
aku tak sabar melihatmu datang kearahku dengan senyum simpul menawan …

Kau berjanji tiba hari ini dan memberiku topeng yang kau belikan dari pasar kemunafikan…

Aku akan memakainya ketika menghadiri acara ulang tahun saudaramu minggu depan,
sekali lagi kau memintaku menghadapi duniamu dengan wajah yang lain…

TOKO
Setelah beberapa lama berputar-putar di sekitar perempatan jalan somba opu,
laju motor bututku terhenti tepat di sebuah toko kecil yang bernuansa retroklasik,
“sepertinya ini toko yang ingin kutuju!” kataku dalam hati.

Diatas dinding pintu toko itu menempel permanen sebuah papan nama kayu bertuliskan;
“TOKO BAHAGIA” Jual alat2 kebahagiaan, dari imitasi sampai yang orisinil.

HAK
Kau tidak berhak lagi bertanya,
bagaimana kabarku dan sedang apa aku sekarang!
Relakan saja kematianku.

Wahai semesta.. Siapakah pemilik lukisan ini?

Wahai semesta..
Siapakah pemilik lukisan ini? Aku menatapnya siang dan malam, ketika terbangun di pagi buta dan sebelum tertidur di pekat malam..
Jika aku bisa meminta, tak hanya di saat terjaga aku melihatnya, tetapi pun ketika aku sedang terlelap di mimpi-mimpi tidurku..

Wahai semesta..
Sampaikan salamku pada pemilik lukisan ini, salam hangat dan mesra dari pecandu estetika yang tersiksa oleh keindahan lukisannya, yang tersiksa karena tak mampu menemukan pemilik lukisan ini..
Aku berharap surga akan membalas cinta yang dia torehkan pada kanvas lukisan ini, sehingga cintanya dapat lestari sampai dia bertemu kembali dengan lukisannya di surga..

Wahai semesta..
Ketika mereka bertemu kembali di surga, aku mohon pertemukan pula aku dengan sang pemilik lukisan ini, agar aku mengerti seperti apa cinta murni itu, meskipun tak pernah sedikitpun aku mengenalinya di bumi..
Sampaikan pula terima kasihku padanya, berkat dia, aku mampu menelusuri kemana cinta akan membawaku melalui lukisan ini..

Batas yang mulai memudar

Arus itu mulai kehilangan kendali, setiap apa yang ada di hadapannya akan di lahap tanpa pernah tanggung-tanggung, termasuk kita yang masih berusaha untuk melindungi diri dengan segala kebudayaan yang kita miliki... tapi apakah benar kita telah berusaha? ataukah kita hanya sekedar sedang main-main dengan kehidupan ini... kehidupan yang mana masyarakat sangat membutuhkan kita, namun pada akhirnya kita dengan sengaja menghancurkan masyarakat yang sedang membutuhkan kita...
Gelak tawa hegemoni bukan main telah memaksa kita untuk larut mendengarkannya bernyanyi dan kitapun ikut bernyanyi dalam nyanyian (kelam) yang akan menghantarkan kita pada liang lahat kita sendiri... namun kita cenderung untuk menolak menyadarinya, lalu tetap saja terus hanyut dalam melodi-melodi itu... sesak tiada tara!!! kesadaran hampir memunah.
Globalisasi, modernisasi, bahkan yang kita sebut sebagai budaya populer sebenarnya tidak benar-benar nyata sampai kita membuat mereka nyata di depan kita... mereka adalah mitos-mitos transendental yang kita ciptakan,, taka ada lagi cara untuk memanusiakan manusia... fatalis.
Ada begitu banyak cara untuk mengemudikan diri dalam perahu yang sedang kita kayuh, melewati ombak besar yang akan setiap saat dapat menghantam dari segala penjuru...
Sekedar catatan kecil, kita sedang berperang.. entah melawan apa (siapa), penjelmaannya dapat dengan cepat berubah-ubah tergantung kita pada posisi bagaimana... malahan mungkin saja perang yang sesungguhnya adalah perang melawan diri sendiri yang kita tidak duga, bahwa "self" adalah musuh yang paling nyata bagi diri kita sendiri... bersedia untuk setiap saat merefleksikan diri karena ruang untuk refleksi diri sangat tidak terbatas...
Dalam beragam budaya, kita terlalu sulit untuk mencari identitas kediriannya kita.. atau katakanlah kita malah terjebak dalam lingkaran non-identitas nyata, benarkah demikian? pertanyaan itu akan terjawab ketika hari-hari yang kita rindukan telah lenyap entah kemana! dan ketika kita berusaha untuk mencarinya, perlahan-lahan malah akan menarik kita dan hilang bersamanya...
Cepatlah sadar atau disadarkan sebelum sadar itu dilarang.
Batas itu mulai memudar... antara hitam dan putih menjadi abu-abu, antara atas dan bawah menjadi menggantung, antara baik dan buruk menjadi maklum, antara indah dan jelek menjadi unik... dan antara aku dan kamu menjadi-jadi....

SEKSUALOGIKA

Ketika kita mendengar, seseorang mengeluarkan kata "seks", maka secara umum, asosiasi yang terlintas di benak kita adalah segala hal yang terkait dengan keintiman dan hal-hal yang berbau "mesum". padahal ketika kita mencoba menggali kata tersebut secara ilmiah, maka kita akan menemukan beragam pengertian dalam sudut pandang yang berbeda. katakanlah setidaknya, menurut Jufri (baca buku "seksualitas"), seks dapat di golongkan ke dalam 5 dimensi (biologis, perilaku, budaya, sosial dan gender).
Seperti kita ketahui, beberapa kebudayaan di Indonesia menutup rapat-rapat perbincangan seksualitas. hal ini dikarenakan oleh sistem budaya yang di anut oleh masyarakat yang masih melabelkan seks sebagai sesuatu yang tabu dan "menjijikkan". Kalaupun ada, diskusi mengenai persoalan seks hanya diperuntukkan bagi orang tua, telah menikah dan yang telah dianggap telah dewasa (secara umur). Perbincangannya pun dilakukan secara tertutup dan di dalam ruang yang tak di jangkau oleh publik. Dapat pula kita jumpai cerita tentang seks dalam bentuk lelucon warung kopi atau cerita rakyat (folklor) yang pada akhirnya akan mereduksi pengertian dari seks itu sendiri, sehingga distribusi pengetahuan tentang seks menjadi sangat kabur.
Institusi sekolah juga ikut dalam program "membutakan pengetahuan seks" pada remaja Indonesia yang jelas-jelas sangat membutuhkan pengetahuan tersebut. Tak dapat di pungkiri, para pemikir-pemikir bangsa (dalam hal ini yang berkaitan dengan dunia sekolah) belum cukup berani mengambil keputusan untuk memasukkan mata pelajaran seksualitas ke dalam kurikulu sekolah, tentunya sesuai proporsinya. Betapa tidak, tatkala kita mencoba mendalami pengetahuan remaja tentang seksualitas, adalah suatu kelangkaan ketika mereka akan mampu menjelaskan secara gamblang tentang pengertian seks (bisa di cek kalau tidak percaya). Jangankan remaja, kalangan mahasiswa pun turut menyumbangkan kesesatan berfikir tentang persoalan seksualitas.
Kita menyadari, bahwa masa remaja adalah masa dimana manusia tengah mengalami gejolak jiwa yang teramat. Mereka adalah kaum yang tanpa tanggung-tanggung melakukan apa yang mereka sukai. Belum lagi labilitas yang dialami secara kontinyu akan menghadapkan mereka pada dunia yang serba penuh dengan nuansa ambiguitasnya. Drama glamoritas cinta juga tengah mereka hadapi, serta rasa ingin tahu yang lebih tentang diri dan dunianya akan menambah cerita remaja mereka. Jika demikian logikanya, maka mereka yang tidak mendapatkan pengetahuan seks yang cukup akan berusaha mencari tahu dengan jalan apapun. Pertanyaannya, apakah cara mendapatkan informasi tersebut sudah benar? Kalau sudah benar, tidaka apa-apa, tapi kalau tidak?. Ketika manusia yang tidak berbekal pengetahuan seksual memadai ini memasuki dunia yang -saat ini- serba glamour dan memiliki sejuta 'kenikmatan' seksualitas, maka terjadilah hal-hal yang akan sangat merugikan diri mereka.
Era informasi dan teknologi hari ini sangat tidak terbatas. Kita dapat mengakses apa saja lewat via internet, begitupun informasi tentang seksualitas. Situs-situs porno dapat dengan mudah di buka, belum lagi video dan majalah porno yang di jual bebas tanpa harus melakukan sesuatu yang berbelit-belit (tidak seperti jaman dulu). Nah, kalau sudah begini, remaja yang memiliki jiwa suka coba-coba terhadap hal baru ini cenderung akan mencoba. Entah dengan mengunjungi tempat-tempat "terlarang" ataukah mencari cara agar pacarnya terjerat keinginan yang sama, yakni melakukan intercourse (hubungan kelamin).
Ada banyak data yang menyebutkan bahwa menikah di usia dini adalah hal yang biasa terjadi (baca buku "seksualitas remaja", A.F Syaefuddin). Aborsi pada pasangan yang belum menikah pun menjadi fenomena yang merebak di kalangan manusia yang tak pernah mau lagi berfikir panjang. Hubungan suami istri antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah tak dapat lagi di bendung jumlahnya (baca buku "seks in the kost", Bang Iip). Masyarakat ini tidak akan lebih parah lagi ketika kita mau menyadari hal yang akan menghancurkan peradaban kita. Dengan kata lain, ada yang sedang tidak beres dengan kehidupan masyarakat kita.

Sebelum gelap tiba...

Sebelum gelap tiba,
dan akupun merasa lelah,
bersalah pada waktu...

Sebelum gelap tiba,
senja sore masih ingin menari, berlalu...
tak sempat aku menahannya untuk tetap tinggal,
menemaniku beberapa menit lagi, berbicara.

Sebelum gelap tiba,
aku masih belum puas menikmati siangku,
teriknya membakar dosa yang kulakukan kemarin malam,
bersama perempuan-perempuan yang merelakan dirinya, buatku.

Sebelum gelap tiba,
akan ku kubur ratusan kenikmatan yang bertabur peluh,
hanya dengan dingin dia bisa meronta-ronta,
biar saja untuk kesempatan kali itu.

Sebelum gelap tiba,
aku tidak terlalu berharap banyak lagi padamu,
cukup hari ini saja kamu harus datang,
agar esok aku tak akan lagi menunggumu.

Sebelum gelap tiba
dan akupun merasa lelah....
mempersalahkan waktu...

Entahlah...

Entahlah...
begitu banyak catatan sebelum ini yang pernah ku torehkan pada lembar-lembar kehidupanku
aku tak tahu apakah ini pun akan berarti lagi buat mereka
semoga iya, karena jika tidak, aku tidak akan pernah sempat untuk menyesalinya...

Aku tidak terlalu tahu...
karena ada begitu banyak harapan yang terbang tinggi
tentu saja tidak hanya dariku, namun aku tahu bahwa harapan mereka lebih mendesak
sehingga aku berharap untuk sebuah harapan
agar harapan mereka yang akan terdengarkan.

Aku tidak begitu yakin...
apakah suara itu bergaung dari nurani-nurani yang tersentak
atau hanya sekedar nyanyian biasa.

Entahlah...

Sebentang Petang

Barangkali,
malam yang menghembuskan dingin ke tubuhku ini,
pesan rindu darimu,
yang menggoda untuk menggenggam lagi tanganmu,
tapi kita sudah lama berlalu....
mula pertemuan kita tak hendak memintal asmara yg syahdu,
tapi lebih berjaga dari kedatangan sepi yang pilu,
lalu kerap membahas album-album tua:
album tua mengundang gundah.

Kita sama-sama mengerti,
pundakmu dan pundakku terlalu lebar untuk tak tersentuh apa-apa,
dan dari malam ke malam (setelah kita berlalu),
tak kudengar lagi kata-kata manis, mungkin juga kamu...

Ranting tak pernah memanggil daunnya yang jatuh.
cukuplah ia terima lambaiannya dan ucapan yang kelu,
selebihnya, menjaga yang tersisa.

Sesungguhnya, engkau telah menjelma stupa bagiku,
dan bagimu, aku menjelma arca.
Mungkinkah stupa dan arca kembali kepada abad yang telah tiada?
sayangku, jangan hitung jumlah rindu atau kepergian di dadamu,
tapi hitunglah jumlah kedatangan di pintu rumahmu.
mungkin itu yang membuat kau dan aku dapat saling mengenang di sebentang petang yang telah berlalu....


Mahmed "Iphoel" Pujangga
01 04 09
(Untuk persahabatanku)

LIRIH

Seperti saat lalu,
ketika asa semakin lirih,
dingin ikut-ikutan memilu,
tergeletak tak terperih.

Ujung nafas yang kesakitan,
kutarik lagi!
meski tadi sempat terbuang,
aku takut tak kembali.

Biar penat tak mengikuti,
aku ingin tetap bernyanyi,
melodi sendu biar pula,
daripada harus ternganga.

Telah nyata terungkapkan,
namun ku tepis berkali-kali,
mudah-mudahan tak bosan-bosan,
senyuman itu mengalir.

Kadangkala ada air mata,
hari ini tidak akan!!!
walau telah lama meronta,
dan mencoba membutakan.

Kekasihku,
aku cukup sadar setengah mati,
kita akan berlalu,
semoga sampai nanti.

(Terinspirasi oleh lagu Ari Lasso yang berjudul "LIRIH")

Hari ini milik kita...

Kemarin, aku lupa memakai kemeja lengan panjang yang kau berikan,
kemeja itu kau beli di pasar rombengan daya'...
ketika pulang, aku menangis tersedu-sedu, terus menyesalinya...
Dua hari yang lalu, aku tidak sempat mengingatkanmu untuk pergi membeli buku,
kau membutuhkan buku itu untuk referensi makalah akhirmu...
ketika ku ingat, badanku tersiksa untuk menyesalinya...

Kadangkala kita terlanjur lupa untuk saling mengingatkan,
dan ketika kita kembali mengingatnya,
rasanya kita tak sanggup untuk menerimanya,
bahwa kelalaian ini kembali terjadi lagi.

Satu-satunya dengan bangga kita tak mau mengingatnya adalah,
sudah berapa lama kita bersama saudaraku... (?)
layaknya dua buah tiang pemancang langit yang dengan congkaknya menantang dunia!!
dunia yang turut membesarkan kedewasaan dan persahabatan kita.

Namun ketika telah banyak yang terjadi,
aku mulai sadar sesadar-sadarnya,
kita tidak akan mampu seperti ini selamanya,
bahwa memang tak ada sesuatu yang akan mampu bertahan selamanya,

...begitu pula "kita".

Padahal masih banyak yang ingin kita lakukan...
padahal masih bertumpuk cita-cita yang kita impikan...
padahal umur kita masih terlampau muda...
untuk mengakhiri kebahagian ini.

Perempuan dan Air Mata

Aku tak bermaksud menitipkan letih,
perempuan setengah baya berkerudung putih,
diam berdiri di seberang trotoar jalan,
menangkap setiap pengembaraan senyuman.

Seperti mau bersembunyi dari keramaian,
sebab tak mampu dia menemukan senyuman yang tepat,
hanya luka dan tangisan yang mendera,
bagai peluh yang mengalir terlalu deras.

Tak perlu menunggu cukup lama,
pipi kemerah-merahan nan lembut menjadi lembab,
menggerayangi separuh wajah hanya karena tak tahan,
seseorang telah membuat dia terluka.

Aku ingin cepat berlari ke arahnya,
menenangkan atau hanya sekedar menemaninya berbicara,
apalagi aku memiliki sapu tangan,
kalau-kalau dia ingin mengusap air matanya...

ROMANSA

Aku tak memintamu menjadi air,
untuk sekedar menjadikan tenggorokanku lepas dahaga,
tak pernah pula ku meminta kau menjadi sayapku,
hingga aku dapat terbang ke angkasa.

Semua yang ku minta tidak sehebat itu kekasihku...

Aku hanya ingin menjadikan dirimu,
pengisi ruang kosong diantara belahan jantungku,
pelengkap repihan permata di sepenuh dadaku,
serta penopang sisa nafas batinku...

Aku pikir itu tak sesulit yang kau bayangkan...

Aku akan selamanya kehausan tanpamu,
merasakan kekeringan cinta tiada henti...
aku akan selamanya mendongak ke atas langit,
menatap merpati-merpati yang terbang lepas bahagia.

Jika tak ada kau menemani persinggahan hidupku...

Hidupku adalah rangkaian kisah dari dirimu,
aku terbatas pada kesediaanmu memberikanku kebahagiaan,
kau dan aku adalah satu,
aku dan kamu adalah kita.

Jangan lagi kau ingkari itu...

Senyuman itu...

Aku mengerti bahwa senyum itu tak lagi sempurna,
seperti kala pertama kau tersenyum padaku,
keindahannya merona dan tak satupun mampu mengalahkannya,
senyummu selalu tampak menawan bagiku,
kini berbeda...

Yang tak ku mengerti adalah mengapa senyum itu kau lemparkan,
padahal aku tak memintanya seandainya ku tahu,
bagai sebilah pisau yang menikam dadaku berulang-ulang,
lalu aku tergeletak berdarah tak bernyawa,
kemudian kau menari kegirangan sambil tertawa pulas!

Kau benar-benar bahagia di atas senyuman itu,
dan tak ada yang mampu ku lakukan untuk menghentikannya,
bahkan terlalu manisnya pesonamu hingga akupun tetap tersenyum dihati,
sampai pada akhirnya kau berkata : "aku ingin mengakhirinya...",
itu saja.

...aku bersumpah akan membunuh senyuman itu!!

Lelaki dan Senja

Hari-hari itu semakin menjauh,
terbawa angin yang masih melabuh,
di bibir pantai ia rebahkan sebuah kerinduan,
dan sepucuk janji pada kekasih saat sendja memudar.

Ia harus merelakan perginya,
meskipun ia masih ingin memilikinya,
namun ketentuan senja berkata lain,
sang kekasih takkan menjawab rindunya.

Sekejap waktu terus mengalir,
betapa berharganya pun sedetik,
seolah surga tak lagi berada dikemudian dunia,
tapi disini, di tengah dermaga romansa.

Lelaki itu hanya mampu terus berjanji,
untuk sedapatnya membawa kembali,
di hari kala terakhir ia melihatnya,
sebelum perempuannya hilang bersama senja...

Cukup untukmu!

Aku temukan sepotong kecil dusta ditengah tumpukan tawamu,
dusta itu tepat dibawah teduhnya air mukamu yang bening,
sekejap saja tertukar derita yang menyelinap pilu...
simpan wajah itu untuk kau hadiahkan esok padanya!!!

...............
jangan lagi...
sudahlah, cukup!!

ANTARA KUNCI DAN PINTU (Repackage)

(I)
Jika kau memintaku untuk menyimpannya,
aku bersedia melakukannya,
biar tetap kusimpan sampai tiba masanya,
meskipun lama...

Aku juga tak pernah berfikir untuk meraihnya,
apalagi harus mencobanya,
sementara dia pun masih begitu,
tertutup rapat berharap ada yang membukanya.

Ketakutan mungkin pula ikut mendera,
atau perasaan lain yang berusaha mencengkeramku,
untuk tetap tinggal diam tak berbuat,
jangan-jangan ketika ku buka, tak ada kamu disana...


(II)
Hari ini mulutku begitu kelu,
tanganku gemetaran pula,
peluh kian melumuri tubuh,
sejenak seolah semua berhenti,
aku tak tahu mau berkata apa.

Raut wajahku kembali beraksi,
mataku tak mampu berlama-lama menyaksi,
aku tak tahan ingin segera keluar dari sini,
meninggalkan kenyataan yang tak berpihak,
namun pintu telah terlanjur ku buka lebar.

Aku terkejut setengah mati,
menatap kekosongan yang terjadi,
dan benar tak ada orang disana,
tidak ada penyesalan lagi,
mengapa telah berani aku membukanya...


(III)
Membekas jelas dibenakku,
kalimat singkat mengusik naluri,
seolah itu harapan besar bagiku,
dan satu-satunya kenyataan yang tak pernah terjadi.

“Apa yang telah kulakukan!!” teriakku.
aku melukai diriku sendiri,
dengan sayatan tipis yang akan menganga,
hanya karena emosi yang membuta.

Kini dengarkan aku,
aku tak mau lagi mendengarkan bisikmu,
serta suara-suara samar yang menggema di luar sana,
terlalu membingungkan! pula menyesatkan.

Siapapun kau (atau apapun kau),
aku tak sanggup lagi meneruskan,
'permainan' yang kita mulai barusan,
tentang kunci dan pintu.

Maka jika kau memiliki kunci itu,
bantu aku untuk membukanya,
sebab nafasku sudah tak ada lagi,
untuk mencoba meraih pintu-pintu yang lain.


(IV)
Pada suatu ketika yang mungkin belum lama berlalu,
aku masih mencoba merenungi bisikan-bisikan itu,
sambil memikirkan dimana kunci yang tepat itu tertinggal,
lalu secara mengejutkan dan tak kusangka-sangka,
beberapa kawan menghampiriku...
spontanitasku bertanya kepada mereka:
"apakah kalian sumber suara-suara samar itu?"

Aku tahu Sang Pencipta mencipta berpasang-pasangan,
aku pikir segalanya seindah keajaiban itu,
begitu pun antara kunci dan pintu,
tapi tak kusangka ada pintu yang tak memiliki kunci,
lalu (lagi) kutanyakan kepada mereka:
"benarkah pintu ini tak memiliki kunci?"

Mereka diam saja,
hanya keheningan yang menggelora...

Lalu (sekali lagi) aku bertanya,
pertanyaan yang sama...
namun melodinya tidak selembut tadi,
dan tiba-tiba semua menoleh kearah pintu yang lain,
kemudian secara bersamaan berteriak:
"...itulah pintu yang kau tuju!!!"

............
Kusambut teriakannya dan berkata:
"tapi kuncinya telah ku buang…"


(V)
Sudah berakhir...
pintu itu tak akan pernah terbuka olehku,
kecuali aku harus menggali sampai ke dasar bumi,
untuk mencari kunci yang telah ku buang jauh-jauh,
dan itu mustahil bagiku,
titik!!!.

Mahmed Pujangga

Mata Pena Nalar selalu berkisah tentang kita, kehidupan kita, dan hanya kita...