Jumat, Juli 31, 2009

BUDAK

Bergelimang kenikmatan...
kesenangan sesat yang sesaat,
di pundak mereka bertengger setan-setan keji,
penghuni neraka terendah,
merayu-rayu, berbisik-bisik, memerintah...

Mereka tak perlu menanti,
neraka dengan wujud yang berbeda,
sebab mereka sendiri yang menjemputnya.

Budak-budak materi,
dikelilingi bayang-bayang kelam keterpurukan,
ketertindasan tak sadar,
jurang nestafa telah menganga...
siap menelanmu bulat-bulat,
dan....
kalian akan tahu sendiri

Sabtu, Juli 25, 2009

Aku ingin pulang...

...entah apa yang berbisik di telingaku,
untuk segera menghampiri dirinya,
dengan sadar ku pandangi matanya dalam-dalam,
hingga aku bagai menyatu dengan batinnya,
dia pun merasa begitu...

Ada setumpuk kerisauan membelenggunya,
berputar-putar tersesat, tak tahu ingin kemana,
dan tak mampu dia sampaikan lewat kata-kata,
namun cahaya di matanya yang berbicara,
kerinduan ini tak tertahankan...

aku ingin pulang...

(Untuk kerinduanku...
Jakarta, 26 Juli 2009)

BULAN

"Bulan penuh!!"
Seringkali kau berteriak begitu kegirangan ketika memandangnya, beruntung saja telingaku yang sudah mulai tua masih jelas mendengarnya... kau menyukainya, bulan penuh itu... entah kenapa, aku masih berfikir, tak pernah kau mengatakan alasannya padaku, bahkan meskipun aku menanyakannya...

Satu-satunya dugaanku saat ini adalah karena kau berharap kita berdua dapat menjelma menjadi seekor kelelawar (seperti di dongeng-dongeng rakyat) jika terkena cahayanya, agar kita tak usah lelah lagi di hardik oleh orang-orang dengan sebutan "manusia kelelawar!!" ketika kedapatan pulang pagi...

Sebetulnya, aku lebih berharap kita berubah menjadi bintang-bintang gemerlap yang menemani bulan bercahaya, agar kita tak hanya mengaguminya dari kejauhan, tapi ikut serta membantunya menghiasi malam-malam dengan cahaya kerlap-kerlip mempesona semesta kala itu, dalam waktu yang cukup lama...

Tapi...
Aku tiba-tiba tersadar ketika kau pun menyukai bulan setengah, bulan sabit dan bulan-bulan yang lain, sehingga aku terkadang berfikir, bahwa mungkinkah dikehidupan yang lalu, kau adalah seorang putri bulan...(?) jika begitu, pertanyaannya adalah, mengapa engkau (di) turun (kan) ke bumi??

PESONA

Aku berharap akan bermimpi malam ini,
bermimpi bersama penghuni rumah hatiku yang cantik,
sejak tadi ia terus mengitari ruang benakku,
mengganguku dengan segala pesona yang dia miliki...

Aku begitu memujanya,
hingga tak pernah sanggup aku menatap matanya,
mata menawan dengan percikan kilau surga,
dan tatapan bercahaya bening mesra...

Begitu pula dengan senyumnya,
senyum hangat yang masih terus membekas,
sejak mata ini terakhir menikmatinya,
di waktu-waktu lain yang masih berpihak...

Kami akan bertemu kembali di suatu mimpi,
mimpi yang tak seorangpun pernah memimpikannya,
hanya antara aku dan dirinya,
dimensi tanpa ruang dan waktu...

Betapa aku sangat memujanya,
wahai pesona yang ku harap tak berakhir,
keindahan yang begitu teramat nyata,
meskipun dia tak pernah benar-benar ada buatku...
Aku berharap akan bermimpi malam ini,
bermimpi bersama penghuni rumah hatiku yang cantik,
sejak tadi ia terus mengitari ruang benakku,
mengganguku dengan segala pesona yang dia miliki...

Aku begitu memujanya,
hingga tak pernah sanggup aku menatap matanya,
mata menawan dengan percikan kilau surga,
dan tatapan bercahaya bening mesra...

Begitu pula dengan senyumnya,
senyum hangat yang masih terus membekas,
sejak mata ini terakhir menikmatinya,
di waktu-waktu lain yang masih berpihak...

Kami akan bertemu kembali di suatu mimpi,
mimpi yang tak seorangpun pernah memimpikannya,
hanya antara aku dan dirinya,
dimensi tanpa ruang dan waktu...

Betapa aku sangat memujanya,
wahai pesona yang ku harap tak berakhir,
keindahan yang begitu teramat nyata,
meskipun dia tak pernah benar-benar ada buatku...

Sabtu, Juli 18, 2009

PERKADERAN HMI Cabang Makassar Timur


GAMBARAN UMUM KONDISI PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM CABANG MAKASSAR TIMUR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PROLOG
Sejauh yang kami ketahui, perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki dua dimensi penting, yakni; dimensi internal dan dimensi eksternal. Dimensi internal yang dimaksud adalah pemahaman tentang perkaderan sebagai wahana enkulturasi, sosialisasi dan pengamalan nilai-nilai Islam kedalam diri kader. Dalam pendekatan dimensi ini, maka akan terjelaskan bahwa perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) merupakan kanal transformasi nilai atau ikhtiar menggeser nilai anutan para kader dari nilai jahiliyah menuju kearah nilai Islam sehingga tujuan HMI dapat tercapai. Perkaderan menjadi arena menawarkan nilai Islam sebagai nilai alternatif yang harus dipilih oleh kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Sementara itu, dimensi eksternal perkaderan yang dimaksud adalah menempatkan perkaderan sebagai ajang kontestasi dan ruang aktualisasi potensi diri kadernya. Dimensi ini memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan keilmuan, minat dan bakat seseorang yang tengah berproses dalam perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Memahami Perubahan dan Konteks Zaman
Dalam diskursus perubahan sosial, dapat diamati bahwa setiap sejarah memiliki cerita dan semangatnya masing-masing. Adalah sebuah keniscayaan, bahwa kebudayaan memiliki maknanya sendiri. Terlepas bahwa makna tersebut adalah reproduksi massal komunitas tertentu ataukah reproduksi individu penganut kebudayaan tersebut. Pada intinya, kebudayaan adalah hasil reproduksi manusia yang dilakukan secara berulang-ulang hingga menemui konteks kesempurnaannya.
Dalam konteks ini, perkaderan dapat dilihat sebagai salah satu manifestasi budaya dalam pendekatan kognisi (pengetahuan). Jika seperti ini, artinya reproduksi budaya perkaderan tak pernah terlepas dari seperti apa preferensi yang dimiliki kelompok (komunitas) tersebut, entah apakah itu nilai, mentalitas serta berbagai hal yang berkenaan dengan pengetahuan penganutnya. Hal ini mengakibatkan pada setiap sejarah perkaderan yang ada, memiliki warna atau karakteristik khasnya tersendiri yang barang tentu akan membuat perbedaan perkaderan di tiap zaman yang berbeda pula.
Konsekuensi logis dari asumsi tersebut adalah bahwa budaya perkaderan tidaklah statis melainkan dinamis. Perubahan akan senantiasa terjadi cepat atau lambat. Namun, seringkali perubahan tidak selamanya menuai hasil yang lebih baik. Oleh karena itu pengawalan perkaderan merupakan hal yang mesti secara serius untuk diperhatikan oleh semua kalangan (stake holder) pengader.
Makalah ini berusaha mengungkapkan bagaimana dan seperti apa kondisi perkaderan di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Makassar Timur dalam mengalami perubahannya. Secara umum, kami mencoba merefleksikan romantisme kejayaan HMI serta sebuah kondisi yang diyakini mampu membuat paradigma perkaderan HMI dapat kembali kearah (koridor) yang semestinya (ideal) sesuai dengan konteks zamannya. Dengan kata lain, makalah ini adalah sebuah gagasan reflektif dari kami para penggelisah kondisi perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur.


PEMBAHASAN
Perkaderan dalam HMI sebenarnya telah dirumuskan dalam pedoman perkaderan yang termaktub dalam aturan-aturan dasar HMI. Namun pada kenyataannya, pedoman perkaderan yang telah ada ini cenderung di abaikan dan tidak di implementasikan sebagaimana mestinya. Ada banyak faktor, bisa karena tidak semua pelaku perkaderan mampu memahami secara baik pedoman yang ada tersebut, belum lagi, hanya sebagian anggota atau kader saja yang membaca atau senantiasa bergumul dengan konstitusi dan aturan-aturan main yang ada pada Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Refleksi Paradigma Perkaderan HMI
Pada dasarnya, kunci keberhasilan HMI dalam pendulum pentas sejarah pergerakannya sebenarnya lebih disebabkan oleh ketekunannya dalam mengadakan proses kaderisasi, kontribusinya dalam diskursus intelektualisme Islam dan kemampuannya dalam mempertahankan independensinya, inilah sebenarnya tiga kunci yang satu sama lainnya saling bertaut tak terpisahkan hingga HMI pernah mencatatkan sejarah emas dalam diskursus intelektualisme Islam di Indonesia.
Keberhasilan ini lebih dikarenakan HMI mampu menerjemahkan Hakikat Perkaderan manusia seperti yang dikemukakan oleh pemikir sosiologi A.N Whitehead dalam teorinya yang berjudul Proses and Reality, yakni tentang kesadaran Proses dan Realiti. Whitehead mengatakan bahwa kesadaran proses yang dimaksud adalah berkenaan tentang suatu yang awal-akhir, sementara kesadaran realitas adalah pertemuan antara lahir dan batin. Maka dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa pertemuan kesadaran proses dengan kesadaran realitas merupakan hakikat perkaderan manusia yang bersifat lokalistik-hakiki (lokalitas yang paling hakiki). Sehingga ketika kita membangun paradigma perkaderan haruslah bisa memahami antara proses dan realitas kita secara integratif.

Pergeseran Paradigma Perkaderan
Penyempitan makna perkaderan ini ditunjukkan dengan adanya:
1. Basic Training HMI dianggap model paling penting dalam perkaderan HMl, menjadi kegiatan utama dan pokok, bahkan di beberapa komisariat cenderung menjadi satu-satunya kegiatan organisatoris yang pada akhirnya menjadikan HMI seolah-olah hanya sekedar organisasi Basic Training.
2. Relevansinva dengan kebutuhan pragmatis gerakan sosial dipertanyakan, sehubungan dengan upaya mempengaruhi transformasi sosial dalam bentuknya yang nyata.

Kondisi Objektif HMI Cabang Makassar Timur
Beberapa masalah-masalah yang akrab ditemukan pada HMI Cabang Makassar Timur :
• Sistem pendidikan yang sangat padat menjadikan akademik sebagai satu masalah yang cukup rumit diatasi. Kadang kala ketika diperhadapkan pada benturan ini, anggota atau kader akan lebih memilih mendahulukan aktifitas akademik (dan kami rasa itu benar), sehingga pilihan ini terkadang menyendat proses perkaderan yang akan berlangsung. Akibatnya, penurunan keterlibatan partisipasi menjadi terlihat.
• Kurangnya koordinasi yang terjalin antara sesama pengurus dan anggota HMI yang lain membuat realisasi program kerja perkaderan terkadang tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
• Ketidakhadiran beberapa pengurus komisariat pada rapat-rapat koordinasi dan evaluasi perkaderan yang dilaksanakan oleh pengurus cabang meyebabkan arus informasi dan koordinasi tidak berajalan dengan baik.
• Lemahnya pengetahuan para kader dan anggota tentang aturan-aturan dasar yang berlaku dalam tubuh Himpunan Mahasiswa Islam, sehingga dalam melakukan aktifitas perkaderan, pada beberapa aspek dilakukan menurut pembiasaan yang ada secara turun temurun (tradisi).
• Lembaga Khusus yang menangani secara teknis perkaderan menemui kondisi mati surinya. Sehingga Bidang Pembinaan Anggota (PA) Cabang yang kemudian langsung mengambil alih wewenang-wewenang yang dimiliki oleh BPL HMI Cabang Makassar Timur.

Indikasi Kemunduran Perkaderan HMI
Kejayaan yang dicatatkan HMI dalam pentas sejarah Bangsa Indonesia kini telah berlalu. Pada kenyataan sekarang, HMI tengah memasuki saat-saat dimana semua itu hanya akan menjadi kenangan terindah yang memudar. Ada banyak hal yang perlu menjadi renungan (refleksi) bersama, mengingat bahwa kita tidak menginginkan kondisi ini akan semakin diperparah tanpa adanya semangat untuk mengembalikan kejayaan itu.
Kami mengasumsikan bahwa indikasi mundurnya HMI dapat dilihat pada beberapa hal yaitu: pertama, hilangnya tradisi intelektual di HMI. Hegemoni sistem perkuliahan di kampus mengarahkan anggota HMI hanya sekedar memainkan tradisi akademik dengan mulai menggeser tradisi intelektual sebagai basis gerakan kritis kampus terhadap segala persoalan keumatan dan kebangsaan. Terdapat budaya ilmiah di kalangan HMI kini hanya menjadi pajangan pameran romantisme sejarah, kekuatan intelektual HMI kini hanyalah simbolisasi kebesaran nama tokoh-tokoh tertentu. Bahkan kita harus beronani dengan kehebatan-kehebatan masa lalu yang pernah diraih HMI. Yang menarik pula disini adalah institusi akademik (kampus) yang telah menjadi basis gerakan HMI sudah berani menerorkan rumor kepada mahasiswa agar kiranya tidak ada lagi lembaga yang bernama HMI di dalam kampus, seperti yang terjadi di pada beberapa komisariat di Cabang Makassar Timur.
Kedua, lima dimensi HMI dalam Tafsir Tujuan HMI dipandang secara parsial dan dikotomis oleh kader HMI, yang mana Islam sebagai basis ideologi organisasi yang semestinya menjadi ruh pergerakan kader HMI ternyata hanya dipandang sebagai suatu simbol tanpa makna, bahkan dapat dipastikan ke-Islam-an kader HMI kini dipertanyakan. Betapa tidak, diskusi panjang tentang NDP maupun Filsafat Theologi yang menghabiskan banyak waktu hanya dijawab dengan bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah SWT. Sudah menjadi jargon bahwa kader HMI lebih menitikberatkan gerakannya pada dimensi kebangsaan yang menjurus pada keterlibatan dalam politik praktis. Kondisi ini kemudian tambah di perparah lagi dengan fenomena anggota HMI yang baru beberapa hari mengikuti basic training HMI telah terjerumus kedalam proses-proses politik tersebut dan akhirnya berimbas pada disorientasi anggota yang tertuju pada kekuasaan semata dan melupakan tujuan daripada terbentuknya kualitas Insan Cita. Sehingga tercipta sebuah label besar “Talk Only No Action” oleh beberapa mahasiswa termasuk kader-kader HMI itu sendiri yang ada di berbagai kampus-kampus dan berbagai organisasi-organisasi lain yang menjadi komplementer bagi HMI.
Ketiga, pada kasus hubungan senior dan junior yang kurang sehat, ini juga berkaitan dengan kritik-kritik terhadap pengader, yaitu pengader dianggap serba tahu. Model senior yang (kadang-kadang) menjadi beban ditimpakan pada mereka (junior) yakni, mereka diharapkan dapat bicara apa saja, sehingga terjadi tumpang tindih pengertian antara pengader dan senior, meski kata senior bukanlah istilah resmi atau istilah dokumen, melainkan istilah kultural. Akibatnya dalam pola hubungan ini, tercipta sebuah pencitraan bahwa senior yang lebih hebat pada kapasitas pengetahuan tertentu- ketimbang junior. Dalam posisi seperti ini, junior cenderung tak bisa mengelak jika pada suatu ketika di intervensi oleh seniornya. Semua hal tersebut berimbas pada ketimpangan hubungan senior-junior (eksploitasi). Konsekuensi ini mengakibatkan junior hanya menjadi pion-pion bagi kepentingan politik senior ketika mereka di butuhkan.
Keempat, yakni lemahnya akuntabilitas, kredibilitas dan tersendatnya perkaderan dibeberapa komisariat. Namun masalah ini tidak begitu signifikan karena di imbangi dengan komisariat lain yang malah terkadang sangat intens melakukan proses kaderisasi level Basic Training HMI. Yang terjadi hanya frekuensi training LK II yang dari tahun ke tahun nampak sekali telah terjadi penurunan, baik secara kuantitas terlebih lagi dengan kualitasnya. Semua boleh berubah, tetapi kader HMI yang berkarakter Insan Cita tetap harus bertahan untuk bagaimana memainkan prinsip yang didominasi oleh nilai-nilai keislaman dan keilmuan.
Singkatnya, kondisi perkaderan HMI tidak lagi bersifat transformatif, sehingga tidak mendorong dan menjamin kader berperan di masyarakat umum. Memang kita memiliki training-khusus, tetapi hanya sebagai pendukung bagi training-umum: menyiapkan pengader. Ada pula training ekstern, sebuah training politik, yang memberi wawasan politik bagi kader, namun tidak diarahkan pada keahlian khusus, seperti riset (penelitian) yang menurut kami sangat penting dimiliki oleh anak-anak HMI. Mungkin ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk membentuk Lembaga Kekaryaan dalam Bidang Riset (Penelitian), sehingga HMI juga memiliki Bank Data.


PENUTUP
Pada konteks cabang, sekedar usul (mungkin) sebaiknya praktek perkaderan merupakan otonomi cabang dalam hal-hal atau kebutuhan khsusus. Dalam soal pelaksanaan training, kritikan yang ditimpakan adalah pendekatan yang digunakan, terutama pada kasus Basic Training tadi, masih bersifat ideologis-dogmatis. Demikian pula hubungan senior dan junior, paling tidak dalam perasaan banyak orang. Sehingga usulan kesehatannya ialah dengan kembali pada tuntunan dokumen perkaderan yaitu partisipatif atau partisipatoris. Juga sebagai apresiasi terhadap usulan model dinamika kelompok.
HMI dengan segenap potensi yang dimilikinya (social capital) semestinya menjadi lokomotif perubahan terdepan didaerah ini dan bangsa ini pada umumnya lagi. Kader-kadernya diharapkan mampu berdaya guna di lingkungan sekitarnya. Setidaknya tidak menjadi beban sosial masyarakat. Sebuah pertaruhan masa depan yang tengah dilakoni oleh kader-kader HMI kedepannya. Namun demikian, terdapat tuntutan yang kuat untuk menghubungkan perkaderan HMI dengan masalah dan proses kemasyarakatan secara lebih konkrit. Sejumlah pertanyaan yang sudah dikemukakan diatas disamping menunjukkan kenyataan ini, juga menyadarkan kita akan tingkat perubahan posisi dan kebutuhan sosio-budaya dan sosio-politik HMl.
Pada dimensi lain, secara umum perkaderan HMI dianggap tidak lagi transformatif terhadap keadaan masyarakat yang berada pada kondisi kesakitan. Tujuan kurang didefinisikan dan diterjemahkan secara jelas dalam perkaderan dan bahasa (logika) gerakan, seolah-olah terjadi diskontinuitas. Baik konsep kunci Insan Cita dan masvarakat ideal belum mendapatkan perumusannya yang layak sebagai prinsip-prinsip transformasi masyarakat atau pertumbuhan individu dan masyarakat.
Dibutuhkan transformasi dari normatifitas-subjektif kepada objektivitas-empirik atas konsep-konsep Insan Cita dan masyarakat ideal tersebut. Islam dan kader hendaknya tertransformasi secara obyektif menjadi prinsip dan agen perubahan diri dan masyarakat, bukan sekedar jargon normatif dan bahan diskursus. Kader memiliki mental dan etos-profetik, semangat kenabian melakukan pembebasan dari semua bentuk ketidakadilan baik (terutama) dalam dirinya sendiri rnaupun masyarakat sesuai dengan proporsinya masing-masing. Salah satu syaratnya ialah tidak melihat Islam dan HMI sebagai monolitik.
Menurut hemat kami, fenomena di atas merupakan fenomena yang relatif universal terjadi pada kebanyakan cabang-cabang yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terutama bagi cabang yang masih berumur muda seperti HMI Cabang Makassar Timur. Maka dari itu, RAKORNAS HMI kali ini kami harapkan dapat menemukan sebuah rekomendasi untuk kemudian menjadikan kondisi perkaderan HMI kedepannya dapat lebih baik sesuai dengan konteks dan spirit zamannya. Amin.

Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
YAKIN USAHA SAMPAI

Strategi dan Taktik Rekrutmen Anggota HMI Cabang MAKASSAR TIMUR


Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PROLOG
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sejak kelahirannya, selalu menempatkan diri sebagai gerakan mahasiswa Islam yang kritis dan konstruktif ditengah persoalan sosial politik dan keummatan. Bangunan kesadaran inilah yang menjadikan HMI selalu berusaha melakukan masifikasi gagasan dan reorientasi gerakan guna menjawab tantangan zaman yang terus berkembang. Sebagai organisasi yang memilih mahasiswa sebagai sasaran geraknya, tentu saja penjelasan-penjelasan yang diberikan harus lebih bersifat intelektual paradigmatis dengan rasionalisasi yang tepat sebagaimana lingkungan akademis yang membentuk mahasiswa. Sebab jika tidak, maka upaya pembentukan identitas mahasiswa menuju gerak Insan Cita akan mengalami kesulitan untuk dicapai.
Di sinilah kiranya HMI mendapat tantangan yang sangat besar. Sebab disamping tujuan yang demikian ideal yang harus dicapai, waktu dan ruang geraknya juga terbatas hanya pada mahasiswa. Kondisi ini harus dipahami sebagai relitas sosial yang dihadapi oleh HMI, sehingga sejauhmana keberhasilan HMI dalam melakukan aktifitas gerakannya sangat tergantung pada seberapa banyak mahasiswa yang tertarik masuk menjadi anggota HMI (dalam ukuran kuantitas), juga sejauh mana HMI memberikan perubahan yang signifikan pada cara pandang dan pemikiran Mahasiswa serta keterlibatannya—terutama kader HMI—terhadap setiap perubahan sosial dan persoalan keummatan yang tengah berjalan (dalam ukuran kualitas).


PEMBAHASAN
Kondisi Dunia Kemahasiswaan
Untuk membaca kondisi sosial dunia mahasiswa sebagai alat bantu merumuskan konstruksi perkaderan HMI kedepan, secara umum dapat dipetakan sekurang-kurangnya dalam tiga hal, yakni : Pertama, dalam perbincangan sosial politik, dunia kampus tidak dapat dilepaskan dari hiruk pikuk kepentingan politik. Mahasiswa tetap menjadi lahan garap yang sangat strategis bagi pencapaian-pencapaian kepentingan politik tertentu. Hal ini dengan mudah dapat dilihat bahwa arah gerakan mahasiswa secara sosial-politik, sangat erat kaitanya dengan suasana politik yang tengah berjalan di tingkat negara, atau lebih substantif tren dan ideologi gerakan mahasiswa sangat khas dengan tren dan ideologi partai politik yang ada. Secara umum, tidak dapat dinafikan bahwa aspek ini menjadi fenomena tersendiri yang sangat berpengaruh bagi upaya konstruksi gerakan masa depan.
Kedua, secara akademik kemampuan analitis dan konsepsi keilmuan mahasiswa sangat ditentukan oleh desain sistem pendidikan yang sedang berjalan. Pada aspek inilah, kiranya masa depan bangsa secara umum sejak dini dapat dilihat dari warna dan karakter budaya mahasiswa yang terbentuk dari produk pendidikan tersebut. Dalam logika sederhana, hal ini dapat dipahami bahwa sebagian besar penentu kebijakan dan strategi bangsa baik secara ekonomi, politik, maupun sosial, adalah didominasi oleh kalangan akademisi. Pada sisi kedua ini juga sebuah gejala perubahan kurikulum yang sedemikian cepat harus dilihat atau—lebih tepatnya—dicurigai ada setting kepentingan apa dibalik bangunan kurikulum yang diterapkan. Sebab jika tidak, maka masa depan arah pendidikan hanya akan dijadikan alat bagi kepentingan kelompok tertentu, semisal dominasi kekuasaan modal dengan proyek menciptakan pekerja yang murah dan profesional sesuai dengan kerangka keilmuannya masing-masing yang ada di kurikulum pendidikan.
Ketiga, dalam skala yang lebih luas, dunia mahasiswa adalah tempat yang sangat strategis bagi keberlangsungan distribusi produk-produk teknologi yang erat kaitannya dengan pembangunan pasar global serta upaya menciptakan budaya konsumerisme. Tanpa melakukan penelitian yang lebih jauh, dapat dilihat dalam relitas keseharian, bahwa hampir semua daerah yang memiliki basis universitas, akses terhadap hasil teknologi dan produk-produk mutahir selalu terdepan. Pragmatisme mahasiswa yang akhir-akhir ini semakin marak, mengindikasikan bahwa dunia mahasiswa telah terkooptasi oleh budaya pasar yang mendorong manusia menjadi konsumtif, mendorong hidup instan dan keinginan untuk mengikuti budaya tren yang berkembang.
Pada ketiga aras inilah gerakan HMI diperhadapkan dalam tantangan dan kondisi sosial yang sangat dilematis. Disatu sisi jika tetap komitmen pada idealisme gerakan yang diusung, dapat dipastikan minat mahasiswa untuk ikut menjadi anggota serta kesiapan kader untuk tetap berpegang pada tradisi gerakan sulit diharapkan adanya. Sementara pada sisi yang lain pilihan desain gerakan yang lebih bersifat akomodatif terhadap arus budaya yang dominan secara kuantitas mungkin dapat dipertahankan, namun secara kualitas, kesadaran pada idealisme yang diusung menjadi sulit untuk ditanamkan.

Formulasi Strategi dan Taktik
Dalam dokumen pedoman perkaderan HMI, disebutkan bahwa metode dan pendekatan rekrutmen merupakan cara atau pola yang ditempuh dalam melakukan pendekatan kepada calon calon kader agar mereka mengenal dan tertarik menjadi kader HMI. Oleh karena itu, rekrutmen menjadi sebuah keniscayaan organisasi agar proses peremajaan senantiasa terjalin secara kontinyu agar keberlangsungan organisasi dapat tetap terjaga (eksis).

Secara garis besar setelah melihat ilustrasi dunia kampus hari ini, ada beberapa hal yang kemudian dapat kami rumuskan kedalam sebuah pola dan formulasi rekrutmen anggota. Formulasi tersebut sering kami sebut dengan istilah “HmI-sasi”.
1. Penguasaan posisi-posisi strategis dalam structural lembaga kemahasiswaan (seperti Himpunan, BEM Fakultas dan Lembaga Mahasiswa Tingkat Universitas).
Adalah bukan rahasia lagi bahwa HMI sebagai sebuah lembaga yang telah mapan dan modern memiliki tradisi dalam memproduksi kader-kader yang memiliki kemampuan leadership dan politis, sehingga ketika ada sebuah momen politik (suksesi) dalam sebuah lembaga internal kampus, kader-kader HMI mengambil peran dalam momen tersebut. Hasilnya terkadang cukup memuaskan, bahwa kader-kader HMI menjadi cukup diperhitungkan dalam kancah perpolitikan kampus. Kondisi ini dapat memunculkan 2 (dua) konsekuensi, yakni positif dan negatif. Pada metode rekruitmen ini, dapat dianggap Positif mengingat posisi strategis dalam struktur dapat jadikan sebagai alat untuk kemudian mensosialisasikan HMI kepada ruang publik tentang keberadaannya. Sehingga ketertarikan berorganisasi dapat dimunculkan. Sementara pada posisi negatifnya adalah dapat memberikan citra bahwa HMI adalah lembaga yang dekat dengan kekuasaan dan pada akhirnya memberikan sentimen-sentimen dari orang-orang yang melabeli politik (kekuasaan) sebagai hal yang buruk. Namun, sejauh politik dapat digunakan sebagai jembatan untuk menciptakan kebaikan, kami kira politik menjadi sebuah senjata yang masih diperkenankan.

2. Harmonisasi antara birokrat dan mahasiswa (anggota HMI).
Harmonisaisi ini masih kami anggap sebagai salah satu metode terpenting dalam gerakan HMI di kampus-kampus, karena betapa tidak, permasalahan yang seringkali dianggap paling mengganggu terciptanya kelancaran proses perkaderan adalah ketika tidak adanya bantuan materil (dalam hal ini fasilitas kampus yang sedang dinaungi) yang menjadi instrumen penting ketika akan mengadakan pelatihan-pelatihan atau program-program kerja dalam hal ini Basic Training HMI dan sebagainya di kampus-kampus.

3. Sosialisasi Simbolik.
Ada kecenderungan budaya mahasiswa yakni senang menggunakan simbol-simbol tertentu. Kemungkinan besar hal ini disebabkan karena setiap orang tengah mencari simbol-simbol bagi dirinya (kerinduan identitas simbolik). Oleh karena itu, misalnya dengan cara memakai baju-baju kaos yang di desain bergambar logo HMI sebagus mungkin serta membuat pin-pin yang dapat menggaet perhatian mahasiswa.

4. Komunikasi Persuasif.
Pada beberapa kasus, dapat diidentifikasi ada beberapa lembaga/organisasi kemahasiswaan (misalnya Himpunan dan BEM Fakultas) yang menanamkan label atau pencitraan negatif (pembusukan lembaga) terhadap HMI, bahkan terkadang tak segan-segan melarang dengan keras bagi para anggotanya untuk mengikuti/masuk dan bergaul dengan lembaga ini (ber-HMI). Oleh karena itu, komunikasi persuasif menjadi cara paling efektif dalam memberikan klarifikasi dan penjernihan citra yang dimaksudkan. Hal ini juga dianggap sebuah metode untuk menumbuhkan keterikatan emosional bagi suatu hubungan orang perorangan. Metode ini pun termaktub dalam pedoman perkaderan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

5. Mempertunjukkan identitas kebersamaan.
Menunjukkan iklim kebersamaan dikalangan HMI juga menjadi sebagai salah satu strategi yang penting menggaet simpati para mahasiswa non-HMI di kampus-kampus. Sebab, seperti yang kami katakana di atas, bahwa hari ini ada sebuah kecenderungan orang-orang untuk kemudian berusaha mencari jati diri (identitas) masing-masing yang di anggap sudah mulai kabur di telan globalisasi.

6. Adaptasi budaya.
Dalam konteks masyarakat kampus Makassar Timur, fenomena budaya pop (sebagai contoh golongan PUNK) menjadi sebuah pemandangan yang biasa terjadi. Ada semacam “penghargaan kebudayaan” dikalangan kader-kader HMI Makassar Timur. Hal ini yang menyebabkan anak-anak HMI dikampus-kampus menjadi mudah di terima, Oleh kerena dengan kondisi seperti ini, pembauran dengan berbagai golongan menjadi sangat dimungkinkan. Jadi, pencitraan tentang diskriminasi suatu kelompok budaya tertentu tidak dimiliki oleh HMI Cabang Makassar Timur, seperti yang dimiliki atau mungkin saja menjadi perintah mutlak bagi organisasi-organisai Islam yang lainyang tidak perlu saya sebutkan namanya.


PENUTUP
Beberapa strategi rekrutmen diatas merupakan proses-proses yang dimungkinkan terjadi secara alamiah (given) oleh kader-kader HMI. Diasumsikan karena telah menjadi kebiasaan-kebiasan yang di tradisikan dan akhirnya melembaga sebab menjadi cara-cara yang dianggap terbukti efektif guna rekrutmen anggota. Oleh karena itu, perhatian yang serius lebih kami utamakan kepada program-program pembangunan kapasitas kader yakni peningkatan dan pengembangan kapasitas keilmuan dan wacana NDP kader, serta penajaman-penajaman wacana sosial, sebab tanpa melakukan perumusan konsep model-model rekrutmen anggota yang direkayasa pun (direncanakan, diprogramkan) organisasi HMI masih cukup seksi dan menarik di mata mahasiswa Makassar Timur.
Ada banyak alasan, entah apakah sebab pragmatis atau idealisme tersendiri. Yang jelasnya bahwa mereka menganggap HMI masih dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan yang mereka inginkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan angka (kuantitas) anggota yang mengikuti Basic Training HMI di beberapa komisariat HMI Cabang Makassar Timur dari tahun ke tahun yang masih stabil (tidak terjadi penurunan kuantitas yang signifikan) dalam 2 tahun terakhir ini.
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga beberapa (sebagian kecil) komisariat yang kesulitan melakukan proses-proses kerja perkaderan (perekrutan anggota) dikampusnya, hal ini lebih disebabkan karena kondisi birokratisasi kampus yang membatasi ruang gerak HMI dengan tidak diperkenankannya menggunakan fasilitas kampus oleh lembaga eksternal kampus (HMI). Alasan lain dikarenakan konflik lembaga ekstra kampus yang telah menjadi tradisi dari generasi ke generasi (misalnya komisariat UIM).
Serangkaian langkah taktis telah dilakukan, misalnya dengan melakukan proses-proses Basic Training HMI di luar kampus (namun membutuhkan banyak dana) atau bekerja sama dengan komisariat yang kondisi birokratisasinya masih lebih kondusif dan memihak. Hal ini pula membuat komunikasi dan hubungan antar komisariat bisa terjaga dengan baik (Komisariat STMIK, AKBA dan UIM serta Komisariat Teknik, MIPA dan Farmasi).

Billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu Alaikum Wr. Wb.
YAKIN USAHA SAMPAI

Terima kasih untuk hari ini...

Terima kasih atas sepotong kecil momen manis yang kau suguhkan untukku tadi,
lewat senyumanmu yang mengalir lembut menuju mataku sampai ke semesta hatiku,
aku terlalu kesulitan untuk melukiskannya dalam sebentuk kata-kata pujangga,
padahal sebelumnya, aku pandai merangkainya semudah mengedipkan kedua mataku.

Melupakan momen itu berlalu begitu saja adalah sebuah hal terkeji,
yang mungkin saja tidak akan berulang lagi di kemudian nanti,
jika aku diperkenankan masih menghirup udara yang ku hirup hari ini,
aku berjanji esok akan mampir mengecek rumah yang tengah ku bangun dihatimu...

Jumat, Juli 10, 2009

Pertanyaan..

Dalam tanda tanya besar yang siap menyerang,
dan segudang keraguan yang tiba-tiba membengkak,
aku tergerak untuk bergerak merangkak,
merogoh celah atas tanya yang menyumbat benakku.

Pernah di suatu waktu tanya ini mengejarku,
namun aku menepisnya dengan pertanyaan lain,
pertanyaan-pertanyaan yang menyulitkan,
antara aku, tanya dan benakku.

Mungkinkah dalam satu masa kehidupan kali ini,
aku mampu mengejar ketertinggalanku dari masa lalu??
selalu ku harap bisa seperti itu,
atau semua hanya fatamorgana waktu....

Apakah engkau bersedia memaafkanku??

Kau berkata benar tentang dirinya,
tentang semua kemunafikan yang dia punya,
tentang kebohongan-kebohongan kecil yang dilakukannya,
yang tentu saja perlahan akan merusakku.

Maaf aku tak mendengarmu waktu itu,
jika kau ingin mengatakan sesuatu tentangnya,
tentang kelicikan-kelicikan yang melekat padanya,
semua hal negatif tentang dirinya.

Maafkan pula atas sikap sentimentilku,
ketika aku terus memintamu melupakan cerita itu,
dan melarangmu mencacinya dengan kata-kata kotor,
yang ku anggap tak masuk akal sama sekali.

Apakah engkau bersedia memaafkanku??

Sabtu, Juli 04, 2009

Seperti kataku; mengakhiri lebih sulit daripada memulainya.

Seperti kataku... aku harus mengakhirinya,
sebab tak sanggup lagi aku harus meneruskan perjalanan ini,
kakiku terseok-seok menapaki satu persatu jalan kerikil yang tajam dan penuh lumpur,
belum lagi tak seorang pun mau menggopohku ketika kuterjatuh nanti.

Seperti kataku... kemarin dulu,
jiwa-jiwa ini akan hilang di terkam kesombongan nan angkuh,
jika tak segera aku menjauh dari ketersesatan waktu,
padahal seringkali waktu menafkahiku siang dan malam.

Seperti kataku... tak lama sebelum hari ini,
ketika belajar dari pengalaman dunia yang di pijak menjadi lebih sulit,
dan pertanda zaman sudah tak mampu lagi di tafsirkan olehku,
aku akan terlempar dari cahaya yang membersihkan kotoran-kotoranku.

Seperti kataku... hari ini dan hari-hari yang lain,
aku dan kamu tak pernah puas menikmati diri sendiri,
karena kita tak pernah memahaminya secara serius,
akhirnya, mengakhiri lebih sulit daripada memulainya.

Kamis, Juli 02, 2009

Cinta yang terbunuh

Kau akan membuatku terbunuh,
jika tak cepat kau padamkan rindu berat di pelupuk hatiku.
Kau pasti akan membunuhku,
jika kau korbankan dirimu demi keangkuhan yang merajaimu.
karena kau adalah pembunuh yang terbunuh!

Harusnya aku bisa mengenalimu lebih awal,
bukan ketika aku hampir sampai pada ujung kematianku,
namun aku bersyukur masih sempat menghindarinya,
menemui kesempatan menapaki titian-titian warna pelangi,
yang mungkin tak ku dapat lagi di lain waktu,
jika aku benar-benar terbunuh.

Kala itu...
pada malam kematian bintang,
sebelum dia sempat berbicara padamu,
tentang kepergianku yang misterius,
tentang surat yang ku tulis untukmu,
dan tentang cinta yang ingin kukabarkan pada segala yang tak jelas berkata.

Rabu, Juli 01, 2009

EKSISTENSI

Semua adanya akan terbiasa,
cepat atau lambat hanya persoalan waktu,
seperti itulah cara kerjanya,
sebelum menatap kesempurnaan.

Bukan sebuah pekerjaan mudah,
langkah demi langkah walau harus tertatih,
terkadang harus memaksa 'tuk berlari,
sepanjang tetap terus melangkah.

Lingkaran yang tak pernah terputus,
bak roda yang senantiasa berputar,
lalu kembali berulang-ulang lagi,
seperti sebuah siklus yang ku sebut kehidupan.

Jiwa-jiwa yang hilang (tersesat),
tak akan sanggup menemukan cahayanya,
tanpa mencoba mencari sumber dari cahaya itu,
agar jiwa yang menempati jasad semakin identik dengan-Nya.

Akhirnya "ketiadaan" (ada itu sendiri) memanggil,
lalu semua tiba-tiba berhenti,
hanya antara aku dan diriku,
satu lawan satu!!!

Hingga panggilan lain menjemput untuk berkumpul dikeabadian...

Keangkuhanku

Dalam keangkuhanku,
dan jubah sepi menyelimuti...

Pertautan waktu membawaku menyelami seisi diri,
untuk mencoba mengerti,
bahwa terkadang menjadi angkuh membuatku merasa tenang,
meskipun kesepian terus saja menjadi bayang-bayang gelap.

Tapi itu tak penting!
yang penting adalah penerimaan "dunia",
duniaku....
bukan dunia mereka,
yang selalu merasa mengenalku,
padahal tidak, tak pernah!!

Bukankah mereka tidak akan pernah (benar-benar) mengenalku?
karena tidak akan ada yang pernah (benar-benar) mengenal diriku selain aku sendiri.

Dalam keangkuhan ini,
mereka tak mampu membunuhku....

Mengejarku sampai kapan waktu,
tak akan pernah sanggup,
apalagi untuk menggapaiku,
sementara aku akan terus menjauh.

Terasa sulit,
dan begitu sulit
mengobati keangkuhan ini...

MENANGIS

Perih, sesak, tak berdaya,
menahan luka yang masih membekas,
menuruti kemauan raga,
dan senyap kini tak terlihat...

Aku, kamu, dia, dan semua,
hanya tinggal menunggu waktu,
untuk tiba dan menyergapmu,
merasakan betapa tidak terperinya...

Terhenyak pula memandangnya sekejap,
setitik demi setitik namun pasti,
melangkahkan kaki yang semula hanya diam,
menutup diri....

Meraung...
terus meraung...
melemparkan keluar emosi jiwa,
agar orang-orang tahu.

aku menangis....

Dunia itu

Meringkuh sejenak untuk coba mengerti,
sejak kapan dingin itu mulai merapuh?
pada serpih-serpih kepura-puraan,
dan menghamburkan luapan pesan-pesan rasa yang tak jelas...

Seperti tapak-tapak kaki yang ditinggalkan oleh langkah yang berlalu,
seperti teks-teks yang keluar dan berganti-ganti makna,
dan seperti angin yang terus mengikuti pusaran kehidupan,
lalu lenyap entah kemana...

Aku masih disini dalam keterasingan,
jauh dari dunia yang ku kenal,
dunia dengan dramaturgi politik dan budaya,
perih menyesakkan dada...

Pada sisi lain...
masih ada sebagian dari jiwa-jiwa yang merindukannya,
dan berusaha untuk menarikku kembali,
dalam lubang hitam dunia itu...

Ditengah itu...
kecongkakan dunia yang menganga teramat besar,
aku akan tertidur entah sampai kapan
sambil menunggu semua yang ku katakan kepadamu tak ada lagi...

Kalau harus berakhir, berakhirlah!
agar tak ada lagi yang berani menggangguku...

Untuk Dia

Untuk dia sang penawan hati...
apakah hanya aku yang merasakannya??

Tersambut bulan sabit merah dan senja sore kelabu
diantara kaki bukit bawakaraeng
masih tetap sama dan seperti hari-hari lain yang akan berganti

Aku tahu kau akan datang dan mendengarku bernyanyi disini
senandung keresahan hati...

Aku masih berharap hati ini semerah bulan sabit itu
bukan seperti senja sore kelabu yang menampakkan wajah muramnya langit

Aku akan bernyanyi lagu tentang kita
lagu yang akan membuatmu tersenyum sepanjang hari
hingga kau lupa pahit kelam hidup ini

Tertawa adalah bagian paling indah dari dirimu
aku senang melihatmu seperti itu

Terus saja seperti itu kekasihku...
teruslah tertawa dan ikut bernyanyi denganku

Aku masih merasakan betapa lembut dan hangatnya tanganmu
ketika membelai pipiku dan mengelus rambutku tatkala aku sedang melamun

Terus saja seperti itu kekasihku...
teruslah membelai dan mengelusku sepanjang waktu

Bila esok yang kunanti telah tiba
dan bayang-bayangmu menjelma menjadi sepasang sayap malaikat cinta
lalu membisikkan ke kedua telinga tentang kalimat-kalimatnya
bahwa kita berdua adalah satu
tidak akan berpisah lagi sepanjang kau masih terus menjaganya...

Berat...

Aku tak bisa lagi terus berlari...
berjalan pun harus tertatih

Masih ada jejak kaki yang ku tinggalkan
dari tapak-tapak cerita
dan kau masih di belakangku untuk mengejar
sebab masih ada beberapa serpihan yang belum kita selesaikan...

Kau menahanku pergi
untuk menyelesaikan cerita itu...

Mahmed Pujangga

Mata Pena Nalar selalu berkisah tentang kita, kehidupan kita, dan hanya kita...