Selasa, Februari 21, 2012

Hujan Kali Ini...

Seperti tadi,
hujan membangunkan sepi,
angin membawa tiap butirnya ke hulu malam gelap,
lalu pecah menyapa bumi, dan gemercik terdengar deras...

hujan...
masih tentang hujan,
sebab malam terbalut hujan,
suara hujan...

lalu pagi yang dingin ini,
terlihat jelas sisa hujan masih membekas,
membentuk lingkar-lingkar genangan,
membentuk lingkar-lingkar kenangan...

ketika seharusnya kita menikmati embun yang lembut,
hujan tetap bercerita, masih tetap bercerita,
tentang gumam sunyi dari tetesan hujan,
meski sepi telah tercerabut...

semalaman aku terjaga,
mendengar merdu tiap gemercik hujan yang turun,
karena aku mengingatmu, mengenangmu,
dalam hujan kali ini...


*Luwu Utara, 11 Februari 2012

Kemarin Malam

Mungkin seperti inilah rupa waktu,
kita sesak, kita terdesak,
tak tersisa ruang untuk menunggu,
semua berlalu terlalu cepat..

Jika kemarin malam adalah sunyi,
maka malam ini adalah bingar,
jika kemarin sore senja menjadi banal,
maka sore tadi ada hujan melantunkan sepi..

Mungkin seperti inilah rupa waktu,
ada romantika, ada melankolia,
keduanya datang bergilir-giliran,
intim, konstan, juga semu..

Jika waktu bisa bicara, ia pun dapat bertanya,
mengapa kita terlalu risau, terlalu galau?
lalu kadang haru, kadang pura-pura,
kadang pula dalam sendiri, menyepi..

Mungkin seperti inilah rupa waktu,
sering kita tersesat dalam kenangan,
dalam hening ingatan tentang dia,
dalam lirih...

Kerinduan yang memuncak...

Masih sulit, bahkan terlampau sulit,
jika kau terlalu memuja kenangan,
kenangan yang terhapus hujan,
pada november lalu...

.................

Seperti janji kita, sumpah terakhir kita,
ketika hujan november mengakhiri kemarau,
seharusnya kenangan pun terkubur di bulan itu,
bersama pula cerita-cerita kita...

Tapi benar bahwa reda hujan tak berarti menghadirkan pelangi,
seperti kamu, wajahmu,
meski kisah kita telah berakhir, namun pelangi tak nampak di matamu,
kenangan masih terpenjara di ingatanmu..

Kerinduanmu memuncak,
janji dan sumpah terabaikan,
kebekuan yang diam kini melepuh,
meledak dan kembali bergumul bersama udara...

Di sisi bumi yang terjauh,
aku juga merasakannya...


#yang galau silahkan angkat jempolnya!

HUJAN

Hujan, adalah sunyi, juga bingar,
adalah puisi sendu, juga lagu,
adalah sesuatu yang ku rakit dari harapan-harapanku,
itu yang membuat rindu selalu menyelinap di setiap derainya...

Rindu hanya ada di sela-sela jarak,
padahal aku tak berdaya dalam ruang yang menjurang,
hujan benar-benar membuatnya menganga,
karena itu, aku membenci hujan...

Meskipun cintaku bercerita tentang hujan,
aku tak pernah jatuh cinta pada hujan...

Melalui kata-kata...

Disana tepatnya kamu,
berdiri diam dihadapanku,
menatapku pilu...

sendu itu terbenam jauh di dasar lidahmu yang kelu...

ada arti dibalik keheningan tatapanmu,
meski hanya memandangku tak bicara,
terpaku dalam wajah malu-malu...

mari kita berbicara,
mari kita saling menggemakan makna,
melalui kata demi kata,
aku dan kamu...

hey kamu! jangan hanya diam saja...

Mahmed Pujangga

Mata Pena Nalar selalu berkisah tentang kita, kehidupan kita, dan hanya kita...